Rabu, 30 Mei 2012

Mungkinkah Dia Ratu Opium?

on Monday, May 31, 2010 at 6:39pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal)

Bisa jadi Ernawati seorang ratu opium. Jika begitu adanya, sosok perempuan bersuamikan warga negara Ghana itu adalah elit lingkaran setan barang haram. Sekarang wanita berumur 34 tahun ditahan pihak Bea dan Cukai Dumai karena membawa opium senilai Rp 6,5 miliar.
Membaca berita demikian, teringat pula pada ratu ekstasi yang tersohor beberapa dekade belakangan. Namanya Zarima Mirafsur. Kian santer lagi manakala Zarima mengikrarkan diri maju sebagai calon bupati Karo, Sumut.
Mendagri, Gamawan Fauzi pun kaget jadi. Di saat masih kencang-kencangnya menggulirkan ide penambahan syarat menjadi calon kepala daerah-wakil kepala daerah, muncul Zarima. Bukan sekadar artis, namun karena status mantan napi yang disandang Zarima yang membuat Gamawan tambah kaget.
Seperti diberitakan, Zarima Mirafsur akan ikut maju di pilkada Karo yang akan digelar Oktober 2010. Mantan pengacara Zarima, Ferry Juan, membeberkan, mantan ”Ratu Ekstasi” itu mempunyai niat baik maju dalam pilkada Kabupaten Karo. ”Alasannya, kata dia, melihat Indonesia yang makin morat-marit. Dia mau membenahi. Dia mau membuktikan bisa berprestasi. Jangan lihat masa lalunya.
Saat ini, perempuan yang pernah dipenjara karena terbukti memiliki 30 ribu butir ekstasi itu mengaku sudah didukung sejumlah partai. Bahkan ibu dari Nikita Chairunnisya itu mantap ingin memimpin 500 ribu masyarakat di Tanah Karo.
Zarima yang lahir pada 3 Desember 1974 mengawali karir sebagai model. Di tengah kariernya yang sedang memuncak, Zarima terbelit kasus narkoba. Ia pernah dipenjara karena terbukti memiliki 30 ribu pil ekstasi. Pada tahun 2000, saat masih dalam penjara, Zarima melahirkan bayi perempuan bernama Nikita Chairunnisya. Namun Zarima enggan memberitahu ayah dari bayinya.
Terlepas dari perkara ratu ekstasi dan masa lalunya. Ada baiknya mengetahui sejumlah barang haram itu. Adanya namanya ganja atau mariyuana (Cannabis sativa) adalah keluarga rami. Tanaman semusim ini bisa setinggi dua meter. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda, berumah dua. Bunganya kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia ganja dibudidayakan secara ilegal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Biasanya ganja ditanam pada awal musim penghujan, menjelang kemarau sudah bisa dipanen hasilnya.
Hasil panen ganja berupa daun berikut ranting dan bunga serta buahnya berupa biji-biji kecil. Campuran daun, ranting, bunga, dan buah yang telah dikeringkan inilah yang biasa dilinting menjadi rokok mariyuana. Narkotik dalam mariyuana bisa mendatangkan efek halusinasi bagi pengisapnya. Kalau bunga betinanya diekstrak, akan dihasilkan damar pekat yang disebut hasyis. Hasyis ini juga bisa diisap seperti halnya mariyuana dengan efek halusinasi yang lebih hebat.
Opium, poppy, atau candu (Papaver somniferum) jelas berbeda dengan ganja. Opium juga merupakan terna semusim, yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis. Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter. Daunnya jorong dengan tepi bergerigi. Bunga opium bertangkai panjang dan keluar dari ujung ranting. Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan kuntum bermahkota putih, ungu dengan pangkal putih serta merah cerah. Bunga opium sangat indah hingga beberapa spesies papaver lazim dijadikan tanaman hias. Buah opium berupa bulatan sebesar bola pingpong berwarna hijau.
Buah opium yang dilukai dengan pisau sadap akan mengeluarkan getah kental berwarna putih. Setelah kering dan berubah warna menjadi cokelat, getah ini dipungut dan dipasarkan sebagai opium mentah. Opium mentah ini bisa diproses secara sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi, untuk diisap. Kalau getah ini diekstrak lagi, akan dihasilkan morfin. Dalam dunia medis, morfin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang sudah tidak bisa ditanggulangi analgesik biasa.
Morfin yang diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah ekstraksi ini kalau diolah lagi akan menjadi narkotik murah seperti "sabu". Tanaman opium yang berasal dari kawasan pegunungan Eropa Tenggara ini sekarang telah menyebar sampai ke Afganistan dan "segitiga emas" perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos. Di Indonesia bunga poppy yang tidak menghasilkan narkotik banyak ditanam di kawasan pegunungan seperti Cipanas (Jabar), Bandungan (Jateng), Batu dan Ijen (Jatim).
Selain ganja dan opium, dunia pernarkotikan masih mengenal satu tumbuhan penghasil narkotik lagi, yakni tanaman koka (Erythroxylum coca). Koka merupakan tumbuhan asli Amerika Latin. Masyarakat Indian purba di Pegunungan Andes sudah terbiasa mengunyah daun koka untuk meningkatkan daya tahan tubuh ketika berjalan kaki dalam cuaca sangat dingin. Koka merupakan perdu berkayu, tanaman tahunan, yang tumbuh di kawasan pegunungan hutan tropika basah.
Koka dipanen daunnya untuk diekstrak menjadi kokain. Meskipun kualitas ekstraksi berbeda-beda, hasilnya tetap disebut kokain. Ganja, opium, dan kokain merupakan tiga serangkai tanaman penghasil narkotik. Meskipun sama-sama menghasilkan narkotik, ganja jelas berbeda dengan opium. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga jelas tercantum entri ganja, opium, dan koka yang merupakan tumbuhan yang berbeda-beda dengan habitat yang berbeda-beda pula.
Fulan! Hingga hari sudah terdengar namanya ratu barang haram. Lantas kurang populer yang namanya raja ekstasi atau opium. Padahal bisnis itu digerakan secara besar-besar oleh kaum Adam. Hmmmm…! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar