Rabu, 30 Mei 2012

Abdi Negara Bermental Budak

on Monday, June 21, 2010 at 5:41pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian Vokal (jangan bicara kalau kamu tak vokal)

Sesungguhnya orang bijak mengatakan, kekerdilan jiwa yang menjadikan manusia memilih hidup sebagai budak daripada majikan. Pribadi tandus yang memposisikan diri sebagai pesuruh seseorang. Diri digadaikan sedemikian rupa.
Hmm…zaman sudah bebas dari praktik perbudakan, namun kenapa di negeri ini masih dihuni oleh insan yang bermental budak. Parahnya, karakter demikian banyak di kalangan pegawai negeri sipil, yang notabene disebut sebagai abdi negara.
Manakala dulu orang menjadi budak lantaran tak berdaya secara materi atau jadi sandraan perang, akan tetapi hari ini orang menghambakan diri karena matre atau haus jabatan. Tuan dan Puan, perhatikanlah di jajaran pegawai yang daerahnya dihantam badai politik. Dulu mereka mendewakan pemimpin yang berkuasa, sekarang apa mau dikata. Yang didewakan tak terpilih lagi.
Kasak-kusuk, gelisah, dan malah nelangsa. Mati karier mereka. Mati karena bermental budak dan jauh dari kemampuan profesionalisme. Begini lah jadi sosok-sosok yang mengantungkan nasib kepada orang lain yang dianggapnya bisa memberi perlindungan, kehidupan dan keselamatan. Mereka serahkan agama, ideologi, aspirasi politik, saluran hobinya kepada orang lain.
Dalam sebuah rujukan di hidayatullah.com, orang bermental budak adalah golongan manusia yang bermental kerdil, memandang dirinya terlalu lemah untuk bisa mandiri. Karenanya itu memilih hidup bergantung kepada orang lain. Golongan ini tak ubahnya seperti sapi yang menyerahkan diri untuk dicocok hidungnya. Mereka mau berbuat atau melakukan apa saja, sesuai dengan kemauan majikannya. Mereka tetap tunduk pada pemerintah majikannya walaupun perbuatan itu bertentangan dengan hati nuraninya. Mereka mampu meredam gejolak jiwanya demi pengabdiannya kepada majikan.
Mereka ini tidak beragama, kecuali sekadar mengikuti agama tuannya. Mereka tidak mempunyai ideologi, kecuali mengikuti ideologi tuannya. Mereka tidak berpartai, kecuali mengikuti partai pilihan majikannya. Bukan karena mereka tidak mempunyai pendirian, tapi itulah karakter mereka. Itulah jati diri mereka yang sebenarnya.
Manusia diciptakan Allah di muka bumi ini bukan untuk dikuasai, tapi justru menguasai. Manusia adalah khalifah, subyek di muka bumi. Karenanya tidak layak bagi manusia untuk ditentukan orang lain hidupnya. Mereka harus bisa menentukan dirinya sendiri, mengatur, dan memastikan arah serta jalan hidupnya sendiri.
Kembali lagi, bahwa kekerdilan jiwa menjadikan mereka memilih hidup sebagai budak daripada majikan. Itulah pilihan yang paling mudah, sebab tanpa risiko, tanpa beban tanggung jawab, tanpa harus menghadapi tantangan. Bagi mereka menggaruk itu lebih mudah daripada “menggeleng”.
Jiwa yang kerdil mengantarkan manusia pada sikap takut. Takut menghadapi realitas, takut menghadapi kehidupan, takut menghadapi tantangan dan ancaman, takut menghadapi perubahan, takut kepada kekuasaan, takut kepada orang.
Pribadi bermental babu, punya penampilan fisiknya sangat meyakinkan. Pakaiannya parlente, bersepatu mengkilap dan berdasi, tapi sikap mentalnya jauh dari kemandirian. Tidak independen dalam menyalurkan aspirasi politiknya, tidak bebas dalam menentukan pilihan hidup.
Fulan oh Fulan! Begitulah kebanyakan tipikal abdi negara kita. Tak jelas juntrung, jadi pejabat pula. Hmm…karena hobi mereka menjadi hamba manusia. Sekarang makanlah sifat penjilat itu. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar