Rabu, 30 Mei 2012

Anjing Meretas Jalan ke Surga

on Sunday, May 9, 2010 at 6:57pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal dan riauhariini.com)

Manakala penyair Afrizal Malna menulis buku; Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing, justru sebuah gereja di Massachusetts, Amerika Serikat membuka pelayanan beribadah bagi anjing. Anjing diberi ruang untuk berdoa agar bisa masuk surga. Anjing berhak mendapatkan balasan demikian.
Tak pelak ada kisah kesetiaan anjing, yang membuat orang berpikir, makhluk yang bermusuhan dengan kucing itu sungguh loyalis. Banyak orang sayang, malah seorang pelacur bisa masuk surga lantaran menolongnya dari petaka kehausan. Ada pula cerita anjing masuk surga, yaitu anjing yang menemani pemuda-pemuda Ashabul Kahfi yang melarikan diri dari tirani raja kafir dan mengungsi di gua dan atas izin Allah tertidur selama 300 tahun itu.
Syahdan, seorang cerpenis, M. Dawan Rahardjo dengan saklek menulis judul cerita pendek ‘Anjing yang Masuk Surga’. Begini jalan kisahnya. Asamah adalah seorang wartawan keturunan arab pekalongan yang hijrah dari Solo ke Jakarta. Dengan istrinya yang juga keturunan Arab Solo, mereka membeli sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas di daerah ciputat. Di halaman yang luas itu, digunakan keluarga kecil Asamah untuk memelihara beberapa ekor Ayam. Niat iseng memelihara ayam itu akhirnya berkembang. Tapi, pada suatu hari, beberapa ekor ayam milik keluarga kecil itu di curi orang. Oleh sebab itu, seorang sahabatnya menganjurkan agar ia memelihara seekor anjing.
Memelihara anjing di kampung betawi memang riskan, yang memelihara ayam bisa dimusuhi orang satu kampung. Sebelum Asamah memutuskan untuk memelihara anjing, Asamah telah sowan terlebih dahulu ke Buya Hamka. “Boleh tidak, Buya, seorang muslim memelihara anjing?” tanyanya memberanikan diri. Ulama besar itu tidak melarang untuk memelihara anjing di rumah. “………Orang muslim dianjurkan untuk menyayangi binatang, termasuk anjing. Nabi sendiri suka dengan kucing. Nabi Daud suka burung dan nabi Sulaiman bersahabat dengan semua binatang.
Mendengar penjelasan dari ulama besar tersebut, maka Asama langsung membeli anjing pertamanya yang diberi nama Nerro, dari jenis herder. Tetapi, baru setahun dipelihara, Nerro mati, ada indikasi diracun. Anjing kedua yang di pelihara keluarga Asamah dari jenis Gaberman,bernama Hector. Hector menjadi bagian dari keluarga kecil Asamah sekarang, dia menemani anak terkecil Asamah, Faris, bermain, Hector akan menggonggong kencang jika Faris mendekat ke pinggir kali.
Hector juga selalu menemani istri Asamah pergi berbelanja ke pasar, pada suatu hari, ada yang ingin mencuri belanjaan ibu Usamah, si pencuri tidak menyadari keberdaan Hector, maka meloncatlah Hector menerkam pencuri itu sambil menggongong keras-keras. Mendengar keributan itu bukannya pencuri itu yang di tangkap, akan tetapi orang-orang malah lebih percaya pembelaan si maling. “Ibu percaya pada saya atau percaya kepada binatang najis itu?”
Kejadian serupa terulang kembali, pada suatu pagi Hector menangkap orang yang ingin mencuri ayam di halaman Asamah. Mengetahui peristiwa itu berkumpul orang-orang kampung di rumah Usamah, lagi-lagi pencuri dilepaskan dan orang-orang kampung tersebut malah menasihati Asamah. “Jaga dong anjingnya. Kalau bapak tidak datang, anjing ini pasti mati kami hajar. Apa bapak tidak tahu, menyentuh anjing itu najis hukumnya, apalagi memelihara. Haram!” Asamah membela; “Yang najis itu liur anjing gila. Anjing ini sehat dan bersih, setia menjaga rumah dan majikannya. Tidak pernah mencuri dan berbohong. Karena tidak bisa. Anjing itu seperti malaikat. Hanya bisa menjalankan tugas menurut kodratnya.” Karena Asamah tidak mau terlibat dalam perdebatan agama dengan orang kampung-kampung itu, maka Asamah menutup kasus pencurian di pagi hari itu.
Beberapa tahun berlalu, Hector tetap menjadi bagian dari keluarga itu. Pada suatu sore, di hari sabtu, Asamah sekeluarga sedang menonton TV, termasuk Hector yang dengan santai nongkrong seolah ikut menontong TV. Setelah sejenak duduk, tiba-tiba kepala Hector mulai lunglai kemudian seolah tertidur, tidur itu menjadi tidur panjang bagi Hector. Melihat Hector tidak bangun lagi, seluruh keluarga gempar. Asamah menangis kencang begitu juga Faris. “Anak-anak, manusia akan mati, apalagi binatang yang umurnya lebih pendek dari manusia. Hector sudah berumur lima belas tahun….ia dan kelak kita semua juga akan kembali kepada Nya. Abah yakin, Hector akan masuk surga, seperti anjing para pemuda Ashabul Kahfi”, begitu nasehat Asamah kepada seluruh keluarga.
Keesokan harinya, Hector dimandikan dan dibungkus dengan kain kafan putih dan ia pun di kuburkan. Keluarga itu telah kehilangan malaikat penjaga.
Banyak orang mengharapkan surga, akan tetapi ia tidak beramal shalih. Harapan itu ibarat fatamorgana. Laksana petani punya lahan subur, berharap akan memetik panen tumpah ruah, namun engggan menanam benih, enggan bercocok tanam, bahkan membiarkan lahannya begitu saja.
Dewasa ini bisa jadi tak sedikit orang kena penyakit ujub. Merasa dirinya lebih baik hingga menolak kebaikan orang lain, bangga dengan dirinya, senang dengan yang diucapkannya, yang diperbuatnya hingga meremehkan orang lain.
Apalagi terhadap seekor anjing kurap, alamat jijik mereka melihatnya. Hmmm…jangan-jangan anjing berpenyakit itu masuk surga dan lantas kita jadi penghuni neraka? Entahlah Bujang! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar