Rabu, 30 Mei 2012

Berladang di Punggung Tukang Sapu

on Wednesday, April 14, 2010 at 9:33pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal dan riauhariini.com)

Tidak di Siak, Tidak di Pelalawan dan sejumlah kabupaten/kota di Riau, pejabat di Dinas Kebersihan setempat sepertinya berladang di punggung tukang sapu. Demi Adipura, pasukan kuning dikerjarodikan. Hujan panas mereka disuruh membersihkan kota.
Tak kenal bau busuk dan tak jijik dengan kotoran, yang penting kota terlihat bersih. Sudah begitu susah-susah, bercucuran keringat dan banting tulang, upah tak dibayar. Luar biasa perlakuan pemerintah pada buruh. Giliran gaji mereka yang terlambat, ributnya selangit dan hebohnya sepanjang negeri.
Padahal kalau tilik, mereka yang mempekerjakan petugas kebersihan adalah pribadi-pribadi yang mafhum benar dengan ajaran; berikan upah pekerja sebelum kering keringatnya. Tapi sayang, kalimat itu hanya hiasan bibir belaka. Diucapkan sebagai maksud supaya dibilang orang beragama, manusiawi dan beradab. Nyatanya malah kejam. Mereka bak buaya, terlihat berlinang air mata. Namun bukan sedih, melainkan senang dan bersuka cita. Perhatikanlah pejabat yang berwenang atas nasib petugas kebersihan. Manakala ditanya soal gaji yang tidak bayar, romannya berubah seperti sedih dan nelangsa. Padahal nyatanya, tak sedikit indikasi mereka memangsa hak-hak buruh tersebut. Berpura-pura membela pada anak buah, namun rillnya mereka adalah santapan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin mengatakan, perbuatan menunda pembayaran upah merupakan kezaliman yang besar dan perusakan terhadap hak-hak pekerja. Sebagaimana para majikan tidak rela hal itu terjadi pada diri mereka. Pegawai pemerintah, saat menjelang akhir bulan, mereka bersiap-siap untuk menerima gaji. Manakala terlambat, mereka marah dan bersikap kasar saat memintanya.
Tidak diargukan lagi, bahwa menangguhkannya hingga dua bulan atau lebih akan menyulitkan orang-orang miskin, lebih-lebih lagi mereka megemban tanggung jawab nafkah untuk keluarga dan diri mereka sendiri. Penangguhan itu tentu mengantarkan mereka kepada kelaparan, kesulitan, tidak adanya pakaian, pinjaman dan utang. Sungguh ini merupakan kezaliman yang besar.
Mengingat begitu malang nasib petugas kebersihan dari sejak dahulu, Iwan Fals malah mengabadikannya. Lagu itu berjudul “Sapuku, Sapumu, Sapu-Sapu” dalam album “Opini” yang sangat poluper era 90-an.
Tukang sapu, kuli PU
besar jasamu, oh kawan
Dengan sapu
dengan sampah dan debu
Untuk sesuap makan
hari panas, hari hujan
memang tantangan,
siapa bilang bukan
namun tugas tetap jalan,
absen gaji melayang
maklum kuli harian
pernah kah tuan pikirkan jasa mereka?
pernah kah tuan renungkan harga keringanya?
Tukang sapu bawa sapu
masuk ke kantor bersihkan yang kotor
cukung kotor mandor kotor semua yang kotor
awas kena sensor
Tukang sapu bawa sapu
Juga disapu
Kok bisa begitu
Istri iri lihat tetangga punya barang baru
Aku pun begitu
Inilah manusia
Dengan segala macam warna hidupnya
Untuk mencapai bahagia
Semua jalan ditempuhnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar