Rabu, 30 Mei 2012

Manakar Harga Kuat dan Ubah

on Monday, May 24, 2010 at 5:53pm ·
(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL).

Kuat pada kekuatan dan ubah pada perubahan. Kekuatan untuk perubahan. Tapi perubahan tak perlu kekuatan, melainkan membutuhkan anasir-anasir lainnya. Begitulah para petarung demokrasi perang urat syaraf melalui slogan di baliho.
Politik gagasan mengerayangi pola pikir kandidat. Menukik pada saling serang dan tangkis kata-kata. Mengunakan diksi yang tajam dan dalam maknanya demi menyerang lawan politik. Soal kuat dan tajam, membuat pikiran teringat dengan peristiwa perang salib.
Tersebutlah Raja Inggris, Richard yang dijuluki Berhati Singa. Sang pemimpin tentara Kristen dalam Perang Salib III, bertemu dengan musuh bebuyutannya, pemimpin Muslim Salahuddin al-Ayyubi. Kedua pemimpin ini saling menghormati. Kedua pemimpin yang kemudian menjadi legenda itu, demikian Sir Walter Scott mendramatisasi dalam novel The Talisman, memamerkan senjata masing-masing.
Richard mengeluarkan pedang lebar mengkilap buatan empu terbaik daratan Britania. Salahuddin menghunus pedang kesayangannya. Pedang lengkung buatan empu di Damaskus yang tidak mengkilap. "Alih-alih, warnanya biru pudar, dicercahi 10 juta garis," tulis Sir Scott. Mungkin pedang itu mirip garis-garis pamor keris buatan empu terbaik di Jawa.
Raja Richard menunjukan kehebatan pedangnya kepada Salahudin Al-Ayubi dengan penuh arogan. Richard menebaskan pedangnya pada sebuah baja. Dalam satu kali tebasan, pedang Richard mampu membelah baja itu.
Salahudin pun tersenyum. “Itu bukan tajam namanya Tuan. Baja itu terbelah karena kekuatan Anda,” katanya sembari melemparkan kain sutra ke udara. Lalu, pedang yang disandangnya dihunuskan. Ketika mengenai bilah pedang Salahudin, kain sutra itu terpotong menjadi dua. Kisah itu menunjukkan betapa pedang yang dibuat peradaban Islam sungguh luar biasa tajamnya.
Satu kuat, satu lagi tajam. Akan lebih elok manakala kuat bertemu dengan tajam. Alamat akan hebat sabetan pedang. Halus dan tak membuang-buang energi untuk sebuah penghunusan.
Akan tetapi, tajam itu memang berorientasi pada kualitas. Kuat berfokus pada fisik. Semisal kualitas pedang Salahudin, ada rahasia teknologi tempa baja di sana yang ketika itu dikuasai dunia Islam. Tentara Perang Salib menyebut baja yang hebat dari Damaskus itu dengan sebutan Damascus Steel. Teknologi pengolahan besi dan baja Damaskus kesohor karena mampu menempa dan mengeraskan wootz steel menjadi indah dan lentur.
Novel Sir Scott yang terbit dua abad silam itu memastikan keampuhan pedang Salahuddin, menjadi abadi. Pedang itu sangat tajam.
Sayang, teknik membuat pedang Damaskus yang muncul pada abad ke-8 sudah punah. Tak ada satu empu pun yang bisa membuatnya dalam dua abad terakhir. Para ahli metalurgi bertanya-tanya bagaimana para empu di Damaskus bisa membuat pedang sekuat dan setajam itu. Soal struktur logam di dalamnya juga menjadi pertanyaan besar.
Baru pada zaman sekarang jawabannya ditemukan di Jerman. Para empu di Damaskus itu, secara tidak sadar, menerapkan teknologi nano saat membuat pedang untuk Salahuddin. Untuk mengingatkan, nanotube itu bahan yang 100 kali lebih kuat daripada baja. Tidak aneh jika pedang Damaskus begitu kuat.
Peter Paufler, crystallographer di Universitas Teknik Dresden, Jerman, menemukan kawat nano dan nanotube saat meneliti pedang Damaskus yang berusia empat abad dengan mikroskop elektron. "Ini temuan nanotube pertama di baja," kata Paufler.
Serat nanotube itu menjelujur di seluruh badan pedang yang terbuat dari baja. Akibatnya, baja itu seperti mendapat tulang tambahan yang 100 kali lebih kuat. "Ini prinsip umum alam," kata Paufler. "Zat yang lebih lunak bisa diperkuat dengan menambah kawat yang kuat."
Ada kritik bahwa mikroskop elektron itu terkontaminasi nanotube dari tempat lain, seperti yang dikutip Alex Zettl, ahli fisika dari University of California, Berkeley. Tapi Paufler, setelah mengakui kemungkinan itu, mengatakan ia sudah menguji dengan berbagai peralatan berbeda. Hasilnya tetap sama: ada partikel nano.
Para empu di Damaskus membuat pedang dengan bahan baku baja lantakan yang diimpor dari India. Baja mentah ini, di India disebut ukku dan di Barat dipanggil wootz, kualitasnya sangat bagus dan karbonnya mencapai 1,5 persen atau sekitar 15 kali lipat dibanding baja tempat lain.
Karbon ini biasanya dianggap kunci membuat pedang yang bagus. Tapi campurannya harus pas, terlalu banyak membuat baja menjadi getas, terlalu sedikit membuat baja tidak bisa tajam. Jika prosesnya tidak sempurna, bisa muncul cementite, fase besi yang sangat rapuh meski keras.
Paufler menduga nanotube itu muncul saat baja lantakan India dibakar. Karbon dari kayu dan dedaunan untuk membakar membentuk menjadi nanotube, terutama dari batang Cassia auriculata dan daun Calotropis gigantea. Selain itu, pedang Damaskus memiliki unsur vanadium, kromium, mangan, timah, nikel, dan beberapa unsur lain yang terlacak sampai ke tambang-tambang di India. Lewat proses bakar dan tempa, nanotube itu belakangan terisi cementite, zat dari besi yang sangat kuat.
Teknik membuat pedang Damaskus mirip dengan keris di Jawa, katana di Jepang, atau pedang Viking di Eropa Utara. Berbagai jenis lempeng besi dan logam disatukan menjadi batangan. Setelah dibakar dan ditempa, logam baru itu akan menyatu. Proses ini diulangi setelah menekuk logam hasil tempaan dan diulangi terus-menerus.
Pukulan palu berulang-ulang membuat serat-serat kawat nano itu mengarah ke luar pedang. Mungkin juga membuat partikel cementite yang lebih besar tersusun berlapis-lapis dengan baja yang lebih lunak tapi lentur.
Saat pedang sudah berbentuk dan tinggal mempertajam, Paufler menduga para empu Damaskus itu merendamnya dengan air keras. Air keras itu tidak hanya menciptakan alur logam di badan pedang, tapi juga mempertajam.
Nah, menurut dugaan Paufler, air keras itu memang melumerkan logam. Tapi nanotube dari karbon dan cementite di dalamnya tetap bertahan sehingga membuat mereka seperti mata gergaji yang sangat lembut. Pedang pun menjadi sangat tajam dengan kekuatan 100 kali baja, persis seperti yang dipegang Salahuddin al-Ayyubi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar