Rabu, 30 Mei 2012

Basahnya Jendela Dunia di Kotaku

on Sunday, May 2, 2010 at 12:38pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal n riauhariini.com)

Akhir pekan yang basah. Pasang keling bertemu hujat lebat di kala subuh. Jamak sudah sumber banjir di kotaku. Sebagian kawasan daerah yang dijuluki Kota Bersemai bak danau. Lautan air berwarna hitam mengenang dimana-mana.
Sepagi hari Minggu (2/5), ada seorang nenek menjemur buku. Di halaman rumah yang tak terlalu besar, perempuan tua itu telanten memisahkan satu buku dengan buku yang lain. Usai satu diletakkan dekat jemuran, satu lagi diambil. Orang-orang yang lewat depan rumahnya senyum simpul.
Banyak sekali jumlah bukunya. Beragam judul dan tak satu penerbit. Buku yang dikumpulkan cucunya bertahun-tahun itu hancur dalam sekejap. Jendela dunia yang didapatkan dengan susah payah rusak. Duhai Tuhan! Goresan tinda ilmu pengetahuan terapung dalam rumah. Ada buku kajian agama, filsafat, budaya, ekonomi dan lain basah kuyup.
Tak jauh dari nenek itu ada lembaran yang berisi ayat Alquran. Ia sudah terpisah dari buku aslinya. Robek karena kuyup. Sontak seorang pemuda memunggutnya. Ia buang pasir dan debu yang menempel di kertas yang bertuliskan kalam penguasa langit dan bumi.
Sang nenek tersenyum. Pemuda berpenampilan parlente juga tersenyum. Entah apa yang mereka pikirkan. Selidik punya selidik, rupanya mereka ingat dengan kisah pencuri tua. Begini ceritanya. Suatu malam, pencuri yang telah berumur beraksi. Namun di tengah perjalanan, hari hujan. Lebat sekali. Saking lebatnya, pencuri harus mencari tempat berteduh.
Satu-satunya bangunan yang bisa melindungi tubuhnya dari terpaan air dari langit adalah rumah Tuhan. Sebuah masjid di tengah kampung. Berlarilah sang pencuri ke sana. Ia bersandar di dinding. Tengah asyik-asyiknya berteduh, matanya menatap sesuatu. Dibalik temaram lampu dan kilatan petir, ada secarik kertas.
Diambilnya. Lalu lembaran Alquran yang robek dibersihkan. Sontak, batinnya bergetar dan mata hatinya terbuka. Sang pencuri sadar. Sudah beruban rambutnya, sepanjang masa itulah ia memaling barang milik orang. Umurnya habis untuk melawan perintah kebaikan. Hari-harinya hanya mencuri.
Tubuh yang mulai keriput itu agak bergoyang. Terasa lunglai dan tak kuat menanggung respon jiwa atas lembaran kitab yang robek. Terbayang semua kesalahan. Teringat semua dosa. Hidup sudah dijalani dengan tak benar. Lalu sang pencuri sadar-sesadarnya. Ia menangis tersedu-sedu sembari meletakan lembaran itu pada Alquran yang utuh.
Usai itu dia sujud. Lantas kemudian ajal datang. Malaikat maut menunaikan tugasnya. Menjelang waktu subuh masuk, sang imam masjid tiba. Dilihatnya sosok yang bersujud. Tapi kenapa lama sekali. Nyatanya pencuri tua sudah pergi untuk selama-lamanya. Ia menghadapi sang khalik ketika sadar akan dosa. Nyawanya diambil ketika ia menyelamatkan lembaran kitab suci yang terobek.
He he he…kalau banjir di Dumai yang lumayan besar itu banyak menyebabkan lembaran kitab suci hanyut, lantas ada yang menyelamatkan, bisa jadi musibah ini adalah berkah kesadaran jiwa. Air mengenang sumber pencerahan hati.
Apa memang begitu adanya wahai Fulan? Atau jangan-jangan ini adalah awal caci-maki. Entahlah Nak! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar