Rabu, 30 Mei 2012

Si Kikir Berdiplomasi Sama Malaikat Maut

on Wednesday, August 4, 2010 at 8:12pm ·
(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 5 AGUSTUS 2010)

Jangan cari pejabat di kantor manakala hari Jumat. Bakal langka bertemu Tuan dan Puan! Ini Riau Fulan! Tatkala akhir pekan tiba, petingi itu berduyun-duyun ke pusat ibukota provinsi. Di daerah tempat mereka berkuasa, minus tempat hiburan.
Sepanjang hari awal pekan hingga akhir pekan mereka mendedikasikan tenaga dan pikiran untuk kerja. Sembari mengumpulkan rupiah demi rupiah. Usai itu pergi bersenang-senang dengan keluarga atau menikmati hidup dengan segala kenikmatannya.
Memperhatikan gaya seperti itu, seorang kawan menceritakan soal kisah si kikir berunding dengan Malaikat Maut. Begini kisahnya kawan; setelah bekerja keras, berdagang dan menjadi rentenir, si kikir telah menumpuk harta, hingga hartanya jika dihitung-hitung mencapai tiga ratus ribu dinar.
Ia memiliki tanah luas, beberapa gedung, dan segala macam harta benda.
Kemudian ia memutuskan untuk beristirahat selama satu tahun.
Hidup nyaman, dan kemudian menentukan tentang masa depannya.
Tetapi, segera setelah ia berhenti mengumpulkan uang, Malaikat Maut muncul di hadapannya untuk mencabut nyawanya. Si kikir pun berusaha dengan segala daya upaya agar Malaikat Maut itu tidak jadi menjalankan tugasnya. Si kikir berkata, “Bantulah aku, barang tiga hari saja. Maka aku akan memberimu sepertiga hartaku.
Malaikat Maut menolak, dan mulai menarik nyawa si kikir.
Kemudian si kikir memohon lagi, “Jika engkau membolehkan aku tinggal dua hari saja, akan kuberi engkau dua ratus ribu dinar dari gudangku.”
Tetapi lagi-lagi Malaikat Maut pantang menyerah dan tak mau mendengarkannya. Bahkan ia menolak memberi tambahan satu hari demi tiga ratus ribu dinar dari si Kikir. Akhirnya si kikir menulis berkata, “Kalau begitu, tolong beri aku waktu untuk menulis sebentar.”
Kali ini Malaikat Maut mengijinkannya, dan si kikir menulis dengan darahnya sendiri:
“Wahai manusia, manfaatkanlah hidupmu. Aku tidak dapat membelinya dengan tiga ratus ribu dinar. Pastikan engkau menyadari nilai dari waktu yang engkau miliki.
Di ujung kisah, kawan tukang cerita itu tampak alim pula. Ia mengatakan, sesungguhnya setiap manusia itu tambah hari tambah merugi, tambah tua tambah merugi, kecuali orang-orang yang produktif. Semakin meningkat kualitas ibadahnya, setiap waktu semakin meningkat kemampuan dirinya, sehingga kehadirannya di dunia menjadi jalan nasihat bagi orang lain, tutur kata dan perilakunya selalu mencerminkan pribadi seorang muslim yang selalu dihiasai dengan kebenaran dan kesabaran. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar