Rabu, 30 Mei 2012

Seperti Bapak Mencuri Uang Anaknya

on Tuesday, June 22, 2010 at 7:31pm ·
(tulisan ini disebarluaskan Harian Vokal, 23 Juni 2010)

Makin kaya negeri, kian banyak tindak pencurian. Jamak pula orang merampas. Karena uang membuat orang melakukan apa saja. Begitulah yang dialami warga Riau belakangan.
Jadi tak heran manakala Riau menduduki tingkat pertama di Indonesia dalam kasus pencurian dengan kekerasan (curas). Paling tingginya kasus Curas di Riau diketahui dari laporan seluruh Polda di Indonesia ke Markas Besar (Mabes) Polri di Jakarta. Bahkan, tingkat kejahatan Curas di Riau melampaui DKI Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia.
Di tengah hiruk-pikuk fenomena tersebut, terdengar pula oleh si Fulan ada kisah seorang anak bertengkar dengan ibunya. Serius benar perselisihan orang yang melahirkan dengan yang dilahirkan. Saking seriusnya, sang anak mengusir ibunya dari rumah.
Perkaranya bermula dari soal tempat tinggal. Sang anak merasa itu miliknya, tidak ada hak ibunya, sedikit pun. Lantaran rumah diwariskan oleh ayah kepada dia. Syahdan, karena si anak yang memiliki surat yang sah, si ibu tak berdaya. Alamat terusirlah diri orangtua itu. Ini kejadian di Riau, di suatu kota. Si ibu terlunta-lunta sepanjang hari. Sang anak sepertinya mengalami kematian rasa kasih sayang. Kejam nian.
Seasyik-asyiknya si Fulan menyimak kisah nestapa, ada secarik kertas di dekat tempat duduknya. Rupanya sebuah tulisan. Isinya seorang lelaki datang kepada Nabi SAW, mengadukan ayahnya yang menghabiskan uang miliknya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Nabi yang mulia memanggil ayah orang itu ke hadapannya. Ketika lelaki jompo itu datang dengan tertatih-tatih bersandar pada tongkatnya, Nabi bertanya, “Betulkah bapak mengambil uang anak bapak tanpa seizinnya?”
“Wahai Nabi Allah,” lelaki itu menangis, “Ketika aku kuat dan anakku lemah, ketika aku kaya dan dia miskin, aku tidak membelanjakan uangku kecuali untuk memberi makan kepadanya, bahkan terkadang aku membiarkan diriku kelaparan asalkan dia boleh makan. Sekarang aku telah tua dan lemah sementara anakku tumbuh kuat. Aku telah jatuh miskin sementara anakku menjadi kaya. Ia mulai menyembunyikan uangnya dariku. Dahulu aku menyediakan makan untuknya tapi sekarang ia hanya menyiapkan makan untuk dirinya. Aku tak pernah memperlakukan ia seperti ia mempelakukanku. Jika saja aku masih sekuat dulu, aku akan merelakan wangku untuknya.”
Ketika mendengar hal ini, airmata Nabi jatuh berlinang seperti untaian mutiara menimpa jenggutnya yang suci, “Baiklah,” Nabi berkata, “habiskan seluruh uang anakmu sekehendak hatimu. Uang itu milikmu…”
Fulan jadi tercenggang! Kalau perkara ibu itu tentu ada relevansi dengan cerita pencurian sang bapak. Lantas bagaimana dengan kasus pencurian dengan kekerasan? Apakah ini lantaran orang berpunya terlalu pamer dengan harta bendanya? Atau jangan-jangan kehidupan ini kian timpang? Hmm…dunia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar