Rabu, 30 Mei 2012

Anak Muda Tempuh Jalan Terlarang

on Thursday, June 10, 2010 at 4:18pm ·
(tulisan ini disebarluaskan Harian Vokal)

Bertubi-tubi berita bunuh diri terdengar. Silih berganti kabar perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri, sebagai menu keseharian. Belum hilang gagap gempita tragedi gantung diri yang satu, terbetik pula berita seorang warga meracuni diri sendiri. Inilah fenomena hidup dewasa ini. Mematikan diri dengan cara merampas hak Tuhan.
Berat benar hidup pada kurun waktu zaman modern sekarang. Saking beratnya mesti dibayar dengan menghabisi nyawa sendiri. Lalu seorang tokoh dalam novel Dostoyevsky bertanya; "Seandainya langit kosong dan hidup ini tidak bermakna, haruskah kita bunuh diri?"
Dalam agama apapun, jawaban tidak. Para filusuf juga begitu pendapatnya. Menurut filosof Prancis Albert Camus, bunuh diri bukan pemecahan. Manusia harus menerima keanehan kondisinya. Adalah kehormatan bagi manusia bahwa dia menerima dengan besar hati hasrat yang tertanam dalam dirinya untuk memperoleh kejelasan di tengah ketidakrasionalan yang begitu banyak.
Membunuh diri adalah memutuskan bahwa hidup sudah tidak layak dijalani. Bagi orang yang hidupnya damai, tenang, dan bahagia, sulit mengerti bagaimana mungkin orang memutuskan untuk bunuh diri. Betapa mungkin orang tidak berhasil melihat bahwa ada begitu banyak solusi bagi masalah yang dihadapinya?
Bagi Camus, bunuh diri adalah sebuah pengakuan kalah atas kehidupan atau penegasan bahwa pelakunya merasa tidak mengerti tujuan kehidupan. Hidup memang tidak selalu mudah. Bahkan ada yang menganggap hidup selalu tidak mudah. Banyak sekali pertanyaan yang harus dijawab, apalagi kalau hidup dalam kesusahan dan kungkungan penderitaan.
Karena peliknya perkara bunuh diri, malah berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri. Dalam setengah abad terakhir, angka bunuh diri di seluruh dunia telah meningkat sebesar 60 persen. WHO menyatakan tingkat bunuh diri di antara kalangan muda cenderung meningkat sedemikian rupa sehingga mereka sekarang menjadi kelompok berisiko tertinggi di negara dunia ketiga. Bunuh diri adalah fenomena kompleks yang melibatkan masalah psikologis, biologis, sosial, budaya dan faktor-faktor lingkungan.
Dalam wikipedia.org, masyarakat Indonesia tidak memiliki akar budaya bunuh diri, tidak seperti masyarakat Jepang yang mengenal bunuh diri tertentu sebagai bagian ritual menjaga kehormatan. Agama-agama samawi yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia juga melarang bunuh diri dan menganggapnya sebagai dosa besar. Sebab, mereka yang bunuh diri tidak percaya akan ketetapan Ilahi, tidak rela akan takdir kehidupannya. Sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia juga tidak dihiasi dengan aksi bunuh diri.
Lantas Tuan dan Puan! Kenapa anak muda negeri ini mudah menempuh jalan terlarang tersebut? Adakah mereka tahu jalan itu penuh nestapa di kemudian hari? Atau si Fulan lupa memberi tahu? Hmmm…katanya ini negeri berbalut agama Tuan! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar