Rabu, 30 Mei 2012

Imam Orang-orang Sabar

on Sunday, May 23, 2010 at 11:18am ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal)

Sama-sama menderita penyakit kulit. Manakala Nabi Ayyub menderita penyakit kulit yang berulat, bau dan menjijikan, Ahmadi (19), warga Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka, Kabupaten Indragiri Hilir terkena penyakit kutil. Tatkala utusan Tuhan itu mengalaminya selama 18 tahun, Ahmadi menanggungnya 10 tahun lebih.
Nabi Ayyub telah tiada sesudah penyakitnya sembuh berkat rahmat Sang Pencipta, namun alumni MTsN di kabupaten yang dijuluki seribu jembatan itu masih dalam perawatan berkat sikap dermawan seorang warga.
Mustahaq dua kisah di zaman berbeda itu adalah esensinya nyaris sama, yaitu kesabaran. Sejatinya sabar, menuntut kualitas iman. Nabi Ayyub tersebut sebagai imamnya orang-orang yang sabar. Barangkali Ahmadi adalah seorang dari makmunnya. Sosok pemuda yang tak berkeluh kesah ketika penyakit datang. Jamaknya rasa sakit ketika hidup miskin pula.
Tak terbayangkan, ayah sudah tiada, ibu hanya seorang buruh kupas pinang dengan penghasilan Rp 13.000 per dua hari. Untuk beli makan sehari-hari jauh dari cukup, apalagi untuk biaya berobat yang tak pernah kenal kata murah di negeri ini. Mereka tinggal di gubuk ukuran kecil. Alamat air mata jua yang menetes bagi yang tak sanggup memikul ujian.
Lantas bagaimana imam orang-orang sabar menghadapi ujian? Seketika Nabi Ayub telah menjalani hidup sejahtera selama 80 tahun, usai itu menderita sakit selama 18 tahun. Sang istri utusan langit tersebut berkata, “Berdoalah kepada Tuhanmu,” Nabi Ayub menjawab, “Aku malu kepada Tuhan. Dia telah memuliakanku selama delapan puluh tahun, dan tidak bisa bersabar selama delapan belas tahun?”
Bersabarlah menjalani hidup dengan berpenyakitan. Karena harta sudah terbakar, hewan ternak sudah mati, anak-anak telah meninggal, Nabi Ayyub A.A terpaksa bekerja terlebih dahulu untuk mendapatkan uang guna membeli susu. Nabi Ayyub a.s tinggal hidup berdua dengan istrinya. Melihat kondisi kesehatan Nabi Ayyub A.S yang makin parah dan belum menampakkan tanda-tanda kesembuhannya, kaumnya mengejek dan membuangnya ke padang pasir. Tempat itu sangat jauh dari keramaian. Mereka khawatir akan tertular. Suatu ketika istri Nabi Ayyub A.S pernah menjual rambutnya untuk membeli makan Nabi Ayyub a.s mengingat semua harta kekayaannya telah habis. Rahmah, nama istrinya dan pernah hilang kesabarannya sehingga meninggalkan Ayub seorang diri di padang pasir. Ayyub mengeluarkan kata-kata sumpahnya, “ jika sakitku sudah sembuh, akan ku pukul rahmah 100 kali.” Setelah beberapa hari, nabi ayyub a.s hidup seorang diri sehingga tidak lagi dapat makan dan minum. Ia hanya berdoa; “Ya Allah Tuhan kami, biarlah semua badanku termakan oleh ulat, tetapi kami mohon agar lidah dah hatiku tetapkanlah utuh karena kugunakkan untuk membaca doa dan beribadah kepadamu,
, ya Allah, ya Tuhanku, cukupkanlah ujianmu bagiku sampai di sini. Nabi Ayyub a.s menghentakkan kakinya ke tanah maka mencarlah air. Atas izin allah, air itu digunakan sebagai obat baginya. Kemudian, Ayyub menjadi sehat, kuat, dan kulitnya kembali menjadi bersih seperti sedia kala. Setelah pulang, Ayyub menemui istrinya, Rahmah. Rahmah memohon maaf atas ketidaksabarannya. Ayyub tetap melaksanakn janji atau sumpahnya, yaitu memukul istrinya 100 kali. Namun, karena merasa kasihan kepada sang istri, nabi ayyub a.s mengambil lidi sebanyak 100 batang dan dipukulkan kepada Rahmah sekali saja. Dengan demikian, terpenuhilah janji dan sumpahnya, sedangkan Rahmah juga tidak merasa kesakitan. Sejak itu, Ayyub dan istrinya hidup rukun bahagia dan dapat kembali menyiarkan agama Allah ke seluruh negri.
Kembali ke Ahmadi, tak ada yang tahu apa ujung deritanya. Tapi yang jelas, ia medapat pertolongan dan kebaikan seorang warga ketika dia mendatangi masjid. Tuhan berpihak kepadanya di dekat rumah ibadah. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar