Rabu, 30 Mei 2012

Cerita di Balik Nakalnya Anakku

on Friday, June 25, 2010 at 7:50pm ·
(Tulisan ini disebarluaskan Harian Vokal)

Jangan dulu berpikir macam-macam dengan kebijakan Pemerintahan Kecamatan Mandau, Kebupaten Bengkalis. Dengan membolehkan tempat hiburan dan rumah buka selama bulan Ramadan kelak, bukan berarti mereka tidak menghormati kaum muslimin.
Justru itu memang harus begitu. Puasa puasa, jualan jualan! Jangan gara-gara puasa aktivitas ekonomi terhenti. Apalagi yang menyangkut rumah makan. Tempat petualangan lidah mesti dibuka. Dengan dibukannya rumah makan akan memngurangi kemunafikan pejabat.
Upzz… di sinilah cerita bermula. Kenapa pejabat beberapa waktu belakangan gencar menutup rumah makan selama orang Islam melaksanakan puasa? Tahukah Tuan dan Puan alasannya? Kendati mengaku bernabikan Muhammad, banyak pejabat yang tidak puasa. Hmmm…orang tak puasa letihnya lebih dari orang berpuasa. Jadi kalau rumah makan buka, lalu makan pula di sana, banyak orang tahu.
Lantaran itu disuruh tutup saja. Ketika ditutup, bukan berarti tidak ada jualan. Justru tetap seperti biasa. Di sinilah para pejabat menyelamatkan muka dari khalayak ramai. Masuk sembunyi-sembunyi. Seketika sudah berada di meja, meraka santap dengan lahap. Malu sama manusia, tapi tak malu sama Tuhannya. Munafik kan!
Bisa jadi Pemerintahan Kecamatan Mandau sekarang tahu soal asal-usul penutupan rumah makan. Pengetahuan itulah jadi pijakan yang tak populis tersebut. Jika Tuan seorang yang skeptis, ini ada kisah yang patut dikunyah-kunyah. Seorang kawan pernah bercerita. Ia membaca sebuah kisah. Begini alurnya; sore itu di sebuah subway di kota New York, suasana cukup sepi. Kereta api bawah tanah cukup padat oleh orang-orang yang baru pulang kerja.
Tiba-tiba, suara hening terganggu oleh ulah dua orang bocah kecil berumur sekitar 3 dan 5 tahun yang berlarian kesana kemari. Mereka berdua mulai mengganggu penumpang lain. Yang kecil mulai menarik- narik korang yang sedang dibaca oleh seorang penumpang, kadang merebut pena ataupun buku penumpang yang lain. Si kakak sengaja berlari dan menabrak kaki beberapa penumpang yang berdiri menggantung karena penuhnya gerbong itu.
Beberapa penumpang mulai terganggu oleh ulah kedua bocah nakal itu, dan beberapa orang mulai menegur bapak dari kedua anak tersebut. “Pak, tolong dong anaknya dijaga!” pinta seorang penumpang. Bapak kedua anak itu memanggil dan menenangkannya. Suasana kembali hening, dan kedua anak itu duduk diam. Tak lama kemudian, keduanya mulai bertingkah seperti semula, bahkan semakin nakal. Apabila sekali diusilin masih diam saja, kedua anak itu makin berani. Bahkan ada yang korannya sedang dibaca, langsung saja ditarik dan dibawa lari. Bila si-empunya koran tidak bereaksi, koran itu mulai dirobek-robek dan diinjak-injak.
Beberapa penumpang mulai menegur sang ayah lagi dengan nada mulai kesal. Mereka benar-benar merasa terganggu, apalagi suasana pulang kerja, mereka masih sangat lelah. Sang ayah memanggil kembali kedua anaknya, dan keduannya mulai diam lagi. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Si anak mulai membuat ulah yang semakin membuat para penumpang di gerbong bawah tanah itu mulai marah.
Beberapa penumpang mulai memarahi sang ayah dan membentak. “Pak bisa mendidik anak tidak sih!” kata seorang penumpang dengan geram.
“Dari tadi anaknya mengganggu semua orang disini, tapi bapak kok diam saja.” Sang ayah bangkit dari duduknya, menghampiri kedua anaknya yang masih mungil, menenangkannya, dan dengan sangat sopan berdiri dan berkata kepada para penumpang yang ada di gerbong itu. “Bapak-bapak dan ibu-ibu semua, mohon maaf atas kelakuan kedua anak saya ini. Tidak biasanya mereka berdua bertingkah nakal seperti saat ini. Tadi pagi, kedua anak saya ini baru saja ditinggal oleh ibu mereka yang sangat mereka cintai. Ibu kedua anak saya ini meninggal karena penyakit leukemia yang dideritanya.”
Bapak itu diam sejenak, dan sambil mengelus kepala kedua anaknya meneruskan ceritanya. “Mungkin karena kejadian yang menimpa ibu mereka berdua itu begitu mendadak, membuat kedua anak saya ini belum bisa menerima kenyataan dan agak sedikit shock karenanya. Sekali lagi saya mohon maaf.”
Seluruh orang di dalam gerbong kereta api bawah tanah itu seketika terdiam. Mereka dengan tiba-tiba berubah total, dari memandang dengan perasaan kesal, berubah menjadi perasaan iba dan sayang. Kedua anak itu masih tetap nakal, mengganggu seluruh penumpang yang ditemuinya. Tetapi, orang yang diganggu malah kelihatan tambah menampakkan kasih sayangnya. Ada yang memberinya coklat, bahkan ada yang menemaninya bermain.
Hmmm…rupanya batas antara setuju dan menolak sangat tipis sekali. Dan itu tidak akan pernah dapat ditembus, kecuali oleh sebuah informasi yang benar. Wahai Fulan! Jika kamu tak setuju, datangilah camat daerah setempat. Tanya dia yang membuat kebijakan yang tak lazim tersebut. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar