Rabu, 30 Mei 2012

Memenjarakan Kemerdekaan ala Kalkun

on Sunday, July 4, 2010 at 8:15pm ·
(Tulisan ini disebarluaskan Harian Vokal)

Sudah datang masa masuk sekolah. Sebuah periode waktu yang identik dengan ujian. Siapa yang berhasil, alamat duduklah di lembaga pendidikan yang didambakan. Manakala tidak, gigitlah jari seumur hidup.
Itulah alur pendidikan di negeri ini. Yang menuntut sebuah testing. Galibnya sebuah ujian, ia membutuhkan latihan pula. Ingat dikau Tuan dan Puan! Bagaimana seekor kalkun berakhir men jadi santapan petani. Hmmm…semuanya berawaldari mengalpakan latihan.
Konon cerita, dulu kala, elang dan kalkun adalah burung yang sama-sama bias terbang tinggi. Mereka selalu pergi bersama-sama. Satu hari ketika mereka terbang, kalkun berbicara pada elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.
Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, Melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor sapi yang tengah sibuk makan jagung, Karena ada yang mendekat, sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”.
Kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya, “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”. Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan di sini. Tuan Petani memberikan bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih jauh tentang Tuan Petani.
Sapi menjawab, “Yah, dia menanam sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung, “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan?”. Sapi menjawab, “Tepat sekali!. Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan kalkun menjadi syok berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.
Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, kalkun dan elang mulai berdiskusi. “Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang di sana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah bangun. Di samping itu saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup,” kata kalkun.
Elang awalnya juga tergoga. “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa imbalan. Saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”, jawab elang.
Akhirnya, kalkun memutuskan untuk menetap tempat sapi dan elang mencintai kemerdekaannya. Usai mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya si kalkun, elang terbang.
Semuanya berjalan baik bagi si kalkun. Dia makan semua yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya jika ada hidangan kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, si kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si elang.
Namun apa mau dikata, kalukun telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di Hari Thanks giving keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging kalkun besar yang sedap.
Wahai Fulan! Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, Anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan Anda. Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada kesempatan lagi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar