Rabu, 30 Mei 2012

Lapangkan Dadamu Seperti Telaga

on Thursday, July 22, 2010 at 3:49pm ·

Datangilah pasar murah. Di sana akan terjawab sedikit kepahitan hidup. Makin murah makin ramai dikunjungi. Tak orang orang miskin tak orang kaya sama-sama berhasrat belanja. Inilah republik kita. Sebuah negara yang dihuni masyarakat bermental miskin. Orang kaya tapi papa karakternya.
Tuan dan Puan! Bacakanlah kisah ini untuk rakyat Indonesia! Kelak ada pembobotan mental. Ini ceritanya. Tatkala suatu masa, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan raut mukanya ruwet. Tamu itu memang tampak seperti orang yang tidak berbahagia.
Tanpa membuang waktu orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak itu hanya mendengarkan dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamu itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba minum ini dan katakana bagaimana rasanya,” ujar Pak Tua itu.
“Pahit.., pahit sekali rasanya…,” jawab tamu itu sambil meludah ke samping.
Pak Tua sedikit tersenyum. Lalu ia mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di dalam hutan di dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampailah mereka ketepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang-gelombang dari adukan-adukan itu yang menciptakan riak-riak air. “Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah”, perintah Pak Tua. Saat tamu itu selesai meneguk air itu, Pak Tua kembali bertanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar”, sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” Tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan kebapakan Pak Tua menepuk-nepuk punggung anak muda itu. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan itu adalah layaknya segenggam garam, tidak lebih dan tidak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama. Dan memang akan tetap selalu sama.”
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu kembali memberi nasihat, “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas. Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Hmmm…Tuan! Semuanya ada di hati kita. Dengarkanlah itu sepenuhnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar