Rabu, 30 Mei 2012

Tuanku Bermental Tikus pada Jiran

on Sunday, August 29, 2010 at 5:34pm ·
(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 29 AGUSTUS 2010)

Dua remaja sedang adu lihai. Mereka berdebat soal unjuk rasa Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang membakar bendera dan melempar tinja ke Kedubes Malaysia. Yang satu pro dan satu lagi kontra.
“Ini keterlaluan bro,” kata satu remaja.
“Tindakan Bendera sudah sesuai dengan kadar emosi anak bangsa yang berada dibawah pemerintahan yang lembek dan tidak bernyali pada negera jiran,” katanya.
“Hmm…aku bukan mau membahas pemerintahan yang lembek, tetapi apakah etis berdemo dengan melempar kotoran,” katanya.
Remaja kedua diam sejenak. Sembari memandang dalam-dalam kawannya tersebut. Lantas dia bicara perpaduan gelora sakit hati yang bermula dari sombongnya negara jiran dan tak berdaya pemerintah. Ini termaktub dalam dada warga. Mereknya nasionalisme.
Tak lama kemudian, dia mengatakan aksi Bendera itu sama dengan tindakan Luqman Hakim sebagaimana diceritakan kitab suci.
“Bagaimana benar kisah Lukman tersebut,” tanyanya.
“Ke sini kamu! Simak dengan baik dan benar,” katanya sambil memulai cerita.
Suatu hari Lukman masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor keledai, saat itu anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, sebagian orang dipasar berkata, “Lihatlah orang tua yang tidak punya perasaan, anaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Setelah mendengarkan celotehan dari orang ramai maka Luqman pun turun dari keledainya itu lalu dinaikkan anaknya di atas keledai itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula ,”Lihatlah orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya naik diatas keledai, sungguh kurang       beradab anak itu.”
Mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang keledai itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang-orang berkata lagi, “Lihatlah dua orang itu menaiki seekor keledai, sungguh menyiksa binatang.”
Karena tidak suka mendengar perkataan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari keledai itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Sungguh bodoh dua orang itu, sudah punya keledai tapi tidak dinaiki.”
Kemudian dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman Hakim menasihati anaknya tentang sikap manusia dan celoteh mereka, Katanya “Sesungguhnya tidak terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan selain hanya kepada Allah SWT saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap perkara.”
Kemudian Luqman Hakim berpesan pada anaknya, Katanya, “Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan menyepelekannya.”
Termenung dibuatnya remaja pertama! Itulah Bangsa Indonesia dengan kepapaan penduduknya. Itulah warga negera Indonesia yang terbakar emosinya. Kalau tak ada Bendera yang beraksi, barang kali ceritanya lain lagi. Mungkin orang mengatakan, negara ini tanpa pemuda berjiwa nasionalis. Soal etika, serahkan kepada mereka Tuan! Karena Tuan sendiri, entah dimana saat negeri ini diolok-olok, dilecehkan, dihina, dan dipermainkan. Kalau pun ada, Tuan tak lebih dari lelaki bermental tikus. Takut dan main aman saja. Hmmm…Fulan! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar