Rabu, 30 Mei 2012

Kapan Kita Memilih Jadi Setan?

on Wednesday, May 26, 2010 at 7:41pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal)

Seorang bijak bestari, John Scheffer pernah mengatakan, makhluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi setan atau malaikat. Setali dua uang pada skop ranah kemuliaan, petuah lain pernah pula terdengar, kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.
Di Tembilahan, barangkali karena aib, seorang remaja putri melakukan aborsi. Tatkala keluar orok dari rahimnya, lantas dibuang ke sungai. Apakah sang perempuan ini telah memilih jadi setan? Apakah rasa malu menggalahkan rasa kasih sayang di hati terhadap darah daging? Tak sayangkah dia seperti suka citanya ibu lain menyambut kelahirannya bayinya.
Kasih sayang ternyata bukan saja milik manusia sesama manusia. Tetapi hewan sesama hewan yang berlainan jenis pun juga ada rasa itu. Tersebutlah seekor rubah yang karena kakinya mengalami gangguan, memaksa dia harus tergeletak di sebuah gua. Jangankan untuk mencari makan ke luar sana, bergerak barang sedikit saja ia tak mampu.
Namun suatu fenomena yang mengagumkan, sang rubah dapat bertahan dalam jangka waktu panjang di dalam gua tersebut. Rupanya rahasia terletak pada seekor macan yang membawakan makanan berupa daging untuk diberikan pada sang rubah.
Macan yang dikenal adalah seekor binatang buas, liar dan sering dijuluki penguasa hutan, ternyata memiliki kasih sayang yang begitu tinggi. Begitu tulus. Sehingga ia rela berkorban mengurangi jatah makannya setiap hari, demi kelangsungan hidup rubah yang nota bene berbeda species dengannya. Macan yang beremosi tinggi namun menghargai perbedaan, dan memiliki welas asih yang sangat tinggi. Bagaimana Ia mengendalikan emosinya?
Demikianlah watak hewan, berbeda pula karakter manusia. Manakala hewan punya kasih sayang, rasa kasih sayang manusia bisa pupus ketika aib mendera. Tak ada lagi perasaan bangga dan memiliki ketika arang sudah tercoreng di kening. Tak ada lagi perasaan memiliki, kalau aib sudah terbongkar. Manusia bisa lebih ganas dari setan. Lebih buas dari hewan itu sendiri.
Benar juga kata sang bijak, jalan sudah terbentang luas. Tinggal memilih jalan lurus penuh onak duri atau jalan berliku penuh dengan kesenangan dan kenikmatan sementara. Semuanya tergantungmu wahai Fulan! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar