Rabu, 30 Mei 2012

Haji Cabul di Negeri Bertuah

on Thursday, April 8, 2010 at 7:10pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal dan riauhariini.com)

Tersebutlah perkara tali air di Kota Pekanbaru. Pelakunya seorang haji dan bertempat di negeri bertuah. Sang haji pemilik Toko Bangunan UD. Tunas Karya, Warga Cipta Karya, Kecamatan Tampan ‘membantai’ karyawannya. Bayangkanlah wahai Tuan dan Puan, seseorang sekembali dari tanah suci mengumbar tanpa nafsu. Kesucian tanah kelahiran nabi tak melekat pada dirinya.
Namun bukan sebuah jaminan, seorang predikat sebagai hamba Tuhan, secara total terbebas dari perbuatan biologis yang illegal itu. Mereka tetaplah manusia. Ciptaan Allah yang tak makzum. Manakala melihat yang muda, tergiur juga. Bilamana melihat yang cantik berdecak kagum. Maka terjadilah yang menghebohkan. Alamat dunia ini!
Seiring dengan fakta di negeri bertuah tersebut, penyanyi Saiful Jamil yang juga seorang haji malah pernah dijuluki haji cabul. Namun cepat-cepat mantan suami Dewi Perssik membantahnya. Kapasitas aktor berkelabat dengan haji lalu menjelma menerima tawaran bermain di film 'esek-esek'. Menurutnya, apa yang dilakukannya adalah murni karena sikap profesionalisme sebagai seorang aktor.
"Tolong lihatlah aku sebagai profesional, jangan personalnya karena aku pernah naik haji. Aku menjalani ini semua juga karena aku seorang aktor. Kalau aku menolak nanti juga dibilang nolak rezeki. Makanya aku masih bermain dalam kadar yang normal," kata Saiful suatu hari.
Semua ada pembelaan. Kendati perbuatan itu paradoksal dengan gelar yang disandang, orang selalu mencari pembenaran. Itulah manusia. Dia tidak mau disalahkan, kendati dikaca mata orang banyak dan agama berbuat tidak senonoh. Kadangkala minta pemakluman dan pelupaan. Dunia memang mau senangnya.
Bila Saiful mau enaknya dengan mengatakan profesionalisme, sang haji di Pekanbaru ingin sedap menghirup udara bebas di luar penjara. Dengan segala daya dan upaya, ia meminta penangguhan tahanan. Melenggang kangkunglah sang haji sekarang kemana-mana.
Apakah haji cabul itu akan masuk neraka? Apakah mereka yang melanggar ketentuan langit itu akan diazab dengan amat pedih? Entahlah! Perkara itu hanya Tuhan yang tahu. Namun perkara dihukum di dunia, itu kerja aparat. Terlepas dari semua seluk beluk yang lumayan rumit tersebut, ustad Dr. KH Jalaluddin Rakhmat pernah bercerita.
Di langit, ketika para malaikat menengok kitab catatan amal manusia, mereka terpesona dengan amal yang hanya khusus dilakukan penduduk bumi. Malaikat pun tidak ada yang dapat menirunya. Satu di antara amal itu adalah rintihan para pendosa. Tuhan berfirman, ”Aku lebih suka mendengarkan rintihan para pendosa ketimbang gemuruh suara tasbih. Gemuruh suara tasbih menyentuh kebesaran Kami, sedangkan rintihan para pendosa menyentuh kasih sayang Kami.”
Maka, malam itu, dengan deraian air mata, musuh-musuh Allah itu merundukkan punggungnya di hadapan pintu-Nya: Tuhanku, para pengemis telah singgah di hadapan pintu-Mu. Orang-orang fakir telah rebah memohon perlindungan-Mu. Perahu orang-orang miskin telah berlabuh pada tepian lautan kebaikan dan kemurahan-Mu, berharap untuk sampai ke halaman kasih dan anugerah-Mu. Tuhanku, jika pada bulan yang mulia ini (Ramadan-Red), Engkau hanya menyayangi orang-orang yang mengikhlaskan puasa dan salat malamnya, maka siapa lagi yang menyayangi pendosa tercela yang tenggelam dalam dosa dan kemaksiatannya.
Tuhanku, jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang menaati-Mu, siapa yang akan mengasihi para penentang-Mu. Tuhanku, jika Engkau hanya menerima orang-orang yang tekun beramal, maka siapa yang akan menerima orang-orang yang malas.
Tuhanku, beruntunglah orang-orang yang berpuasa sebenarnya. Berbahagialah orang-orang yang salat malam sebaik-baiknya. Selamatlah orang-orang yang beragama dengan tulus. Sedangkan kami adalah hamba-hamba-Mu yang hanya berbuat dosa. Sayangilah kami dengan kasih-Mu. Bebaskan kami dari api neraka dengan ampunan-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami dengan kasih-sayang-Mu. Wahai Yang Paling Penyayang dari semua yang Menyayangi.
Ironisnya, doa yang kita kutip di atas sebetulnya bukan doa yang kita rekam dari rintihan para pendosa. Doa itu datang dari orang-orang suci. Mereka yang rebah di depan pintu Tuhan hanyalah orang yang sudah meruntuhkan seluruh kepongahannya. Orang yang paling saleh adalah orang yang merasakan dirinya paling berdosa. Orang yang paling berdosa adalah orang yang merasa dirinya paling saleh.
Pada suatu hari, para sahabat memperbincangkan rekannya yang sangat saleh di hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi tidak memberikan komentar sedikit pun, padahal ia adalah manusia yang senang memuji kebaikan orang betapapun kecilnya. Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu muncul. Mereka semua berkata, ”Inilah orang yang kami bicarakan, wahai rasul Allah.” Nabi yang mulia berkata, “Tetapi aku melihat bekas usapan setan di wajahnya.”
Orang itu mengucapkan salam, kemudian duduk di majelis Nabi. Beliau mendekatinya dan bertanya, “Apakah setiap kamu masuk ke dalam kumpulan orang, kamu merasa bahwa kamulah yang paling baik di antara mereka?” Ia menjawab, “Benar.”
Tidak lama kemudian, ia bangkit dan pergi salat ke masjid. Nabi berkata, “Siapa yang akan membunuh orang itu?” Abu Bakar menyatakan kesediaannya. Beberapa saat kemudian, Abu Bakar kembali. “Bagaimana mungkin saya membunuhnya. Ia sedang salat dengan rukuk yang sangat khusyuk,” katanya.
Ketika Rasulullah mengulangi pertanyaannya, Umar berdiri menuju orang itu. Ia juga kembali dengan mengajukan keberatan, “Tidak mungkin saya membunuhnya. Ia sedang meratakan dahinya di atas tanah, bersujud dengan sangat khidmat.”
Kali yang terakhir adalah giliran Ali. Ia bertekad untuk membunuhnya dalam keadaan apa pun. Tetapi ia kembali, masih dengan pedang yang bersih. Ia melaporkan bahwa orang itu sudah tidak berada lagi di masjid. Nabi bersabda, “Jika kalian membunuh dia, umatku tidak akan terpecah setelah ini.”
Kisah ini, yang diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, lebih merupakan parabel ketimbang dipahami dalam makna harfiahnya. Hadis ini tidak mengajarkan kepada kita untuk membunuh orang yang salat. Nabi mengajarkan umatnya untuk tidak mudah terpesona dengan tontonan kesalehan. Kamu tidak akan menjadi orang saleh selama dirimu merasa menjadi orang yang paling saleh. Kamu bukan orang yang benar selama kamu merasa menjadi orang yang paling benar. Keberagamaan bukan show business. Tidak untuk membusungkan dada di hadapan orang banyak. Kesalehan yang sejati adalah kerendahan hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar