Rabu, 30 Mei 2012

Generasi Setengah Hati di Kotaku

on Tuesday, April 27, 2010 at 10:00pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian vokal dan riauhariini.com)

Wahai Fulan! Katakanlah pada dirimu sendiri, bahwa kamu setengah mati mencintai perjuangan di jalan pendidikan. Pasti hatimu berbunga-bunga mendengar mantra bahasa sakti mandraguna tersebut.
Namun manakala kalimat; setengah hati mencintai daya juang di jalan ilmu diucapkan, alamat dirimu menjadi generasi lesu, lemah, dan suka mengeluh. Manakala ada kelulusan ujian, gembiramu selangit. Coret baju, berkonvoi ria kemana-mana sembari ribut sepanjang jalan. Kamu telah berkarakter menjadi generasi bermental rapuh. Serapuh kerupuk yang diremas. Tampak begitu kuat, bilamana dipatah berderai-derai.
Beda frase setengah mati dengan setengah hati hanya satu huruf, yaitu kata mati dan hati. Namun secara sugesti diri, bisa menimbulkan efek yang benar-benar jauh bertolak berbelakang. Satu mematikan spirit dan satu lagi memompa semangat. Satu meluluhlantakan api perjuangan dan satu lagi mengobarkan obor perjuangan.
Setengah mati identik dengan kerja keras seseorang untuk mencapai apa yang diinginkan dengan segala ketekunan dan kompleksitas pikir yang tidak sembarangan. Setengah Mati juga lekat dengan proses pembelajaran akan hal-hal yang baru, menarik dan penuh tantangan serta pantang menyerah. Ada kesungguhan yang luar biasa.
Setengah hati, amatlah dekat dengan ketidakseriusan dalam mengerjakan sesuatu. Aktornya terkesan asal-asalan, tidak total dalam ambil bagian. Bekerja, belajar, mencintai, atau melakukan apapun dengan setengah hati, dijamin akan berimbas pada efek setengah hasil juga.
Dewasa ini sepertinya banyak anak didik yang punya kadar cinta setengah hati kepada dunia pendidikan. Tak heran manakala mencuat generasi pemalas dan tak mau mengasah pikirnya. Mereka memilih copy paste dari internet daripada mengolah data sendiri untuk mengerjakan tugasnya.
Generasi yang terlihat sombong. Kesombongannya sampai ke awan-awan karena mereka tahu punya fisik yang kuat. Dahinya mengernyit setiap kali nasihat keluar dari mulut orang yang lebih tua, atau jari-jari sibuk di blackberry tanda “gak suka” digurui. Filosofi mereka adalah semakin disuruh semakin tidak dilakukan.
Generasi yang terkena penyakit kemalasan, sebuah akar dari kerusakan. Orang malas biasanya enggan berbuat baik, enggan beribadah dan biasanya rajin mengumbar hawa nafsu. Jalannya lenggang, matanya kabur, tidak ada yang dikerjakan walaupun demikian mulutnya sering mengumpat ke sana kemari.
Dalam beberapa literature, Kekaisaran Romawi hancur karena penduduknya sudah menjadi pemalas dan suka berfoya-foya. Dynasti China runtuh setelah kaum bangsawannya malas bekerja keras dan berfoya-foya, kemudian hancurnya khilafah Abbasiah di tangan tentara Mongol adalah karena kemalasan penduduknya dan suka bermegah-megahan.
Jepang menjadi negara maju ketika jam kerja penduduk ditetapkan 17 jam sehari semalam. Seiring dengan itu, seorang penyair dari Pakistan, Muhammad Iqbal mengatakan, hiduplah dengan kaki Anda menginjak bara api. Maksudnya harus bergerak cepat, memburu ilmu, mengejar pahala dan meninggalkan kemalasan.
Di tengah maraknya konvoi lulusan SLTA, tak jauh di jalan raya, terlihat seorang siswa baru kembali dari sekolah. Pakaiannya agak lusuh. Celananya juga mulai pudar warnanya. Duhai Fulan! Kenapa pakaian lumayan bagus-bagus itu tidak diberikan saja kepada siswa itu? Upss…barangkali kalau pun dikasih, belum tentu bakal diterima. Karena di wajah anak muda itu tampak jiwa mandiri dan tak mau hidup di atas belas kasihan orang lain. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar