Rabu, 30 Mei 2012

Sumpah Pocong Orang, Sumpah Pula Kita

on Thursday, August 26, 2010 at 5:37pm ·
(TULISAN INI DISEBARLUASKN HARIN VOKAL, 27 AGUSTUS 2010)

Sumpah pocong orang sumpang pocong pula kita. Yang dipocong orang kita. Hmm…sedikit sedkit bersumpah. Tapi sumpahnya tak sedikit. Sumpah ini sumpah itu.  Beginilah orang kalau sudah tersudutkan oleh suatu opini. Mati rasa dibuatnya. Kalau kabut ke sana ke sini dibuatnya.
Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Yose Saputra juga begitu. Demi membela diri, Yose tak segan-segan melakukan sumpah yang diucapkan ketika tubuh dibungkus seperti jenazah. Rela dirinya ditidurkan dan dibungkus dengan kain kafan serta diletakkan sebagaimana posisi orang mati dengan wajah yang tetap terbuka.
Apakah Yose benar-benar tidak melecehkan dua wartawan dengan pamer bokong? Apakah tekad bersumpah adalah indikator wakil rakyat itu tidak pernah meremehkan jurnalis? Atau publik yakin, wartawanlah yang terlalu sentimen? Sehingga mendramatisir keadaan sedemikian rupa! Entahlah Fulan!
Terlebih dari semua kebenaran masing-masing pihak, ada eloknyo mengetahui asal usul sumpah pocong. Berdasarkan sejumlah referensi, sumpah Pocong sendiri adalah satu tradisi masyarakat pendalungan dalam menyelesaikan konflik antar personal. Konflik yang biasanya didasari oleh prasangka dari salah satu pihak kepada pihak lain dengan suatu tuduhan.
Banyak kalangan pendapat dalam mencari awal mula munculnya ritual sumpah pocong. Namun demikian, sumpah pocong bisa disebabkan adanya santet, tenung, sihir, dan nujum. Kejadian ini bukan hanya zaman sekarang saja akan tetapi di zaman Nabi pun juga ada.
Tahun 1998 di Jember, Jawa Timur terjadi konflik personal sampai pada titik ekstrim. Pembantaian orang-orang yang dianggap sebagai dukun santet. Persengketaan dari kedua pihak yang akhirnya mengakibatkan main hakim sendiri, maka diadakanlah upacara Sumpah Pocong, dengan tujuan untuk meredam perselisihan tersebut. Landasan hukum negara tentang santet tidak dapat memecahkan suatu masalah dan meredamkan masalah karena revisi hukum apapun tidak dapat menyelesaikan kasus santet yang unik ini. Artinya pemecahan baru sampai tahap hubungan antara tukang santet dengan orang yang menyewanya sebagai suatu permufakatan jahat, belum benar-benar menyentuh inti persoalan santet, yaitu hubungan antara penyentet dengan orang yang disantet.
Karakteristik masyarakat Pendalungan sebagai pemeluk Islam pada dasarnya adalah masyarakat religius berbudaya santri yang meletakkan Kiai sebagai tokoh panutan. Kiai dianggap sebagai tokoh masyarakat yang dapat dijadikan penuntun hidup karena ilmu agamanya yang dianggap lebih tinggi. Kepercayaan masyarakat terhadap Kiai untuk menyelesaikan konflik juga terlihat dalam prosesi sumpah pocong.
Lantas apa pandangan Islam pada sumpah pocong? Adapun sumpah hukumnya wajib apabila memenuhi empat syarat yaitu; pertama sengaja bersumpah, sumpah tidak sah apabila diucapkan tanpa sengaja untuk bersumpah, hal itu dinamakan “laghwu yamin” (sumpah tanpa sengaja) seperti “tidak, demi Allah”,”tentu, demi Allah”. Kedua bersumpah atas sesuatu yang akan datang dan mungkin terjadi, yang disebut “Yamin Ghamus” (sumpah palsu yang termasuk dalam dosa besar) atau ia bersumpah atas sesuatu yang akan datang sedang ia menyangka dirinya benar namun ternyata sangkanya meleset. Ketiga bersumpah dengan kemauannya sendiri tanpa ada paksaan. Dan Terakhir melanggar sumpahnya yaitu dengan melakukan sesuatu,ia bersumpah untuk meninggalkannya
Dengan demikian, pelaksanaan sumpah pocong pada hakikatnya dapat diqiaskan dengan pemberatan sumpah melalui sistem yang telah ada, karena diantara keduanya terdapat persamaan illat yaitu sistem pengerasan tersebut sama-sama dimaksudkan untuk mendorong orang yang bersumpah agar lebih berhati-hati dan jujur dalam sumpahnya.
Fulan! Adakah engkau ingin bersumpah dengan perkataan yang benar? Ada itu hanya tipu dayamu untuk lari dari masalah. Waduh Fulan! Engkau tahu itu kan? **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar