Rabu, 30 Mei 2012

Antara Gubernur Riau dan Gubernur Sumbar

Ini cerita dua orang gubernur yang wilayah kekuasaannya bertetangga. Satu Gubernur Riau, HM Rusli Zainal yang juga Ketua DPD I Golkar Riau. Satu lagi Gubernur Sumatera Barat, H Gamawan Fauzi, yang dulu ketika Pilkada Gubernur setempat diusung PDIP dan PBB.
Jelang Pilpres, mereka sama-sama menampilkan perilaku politik yang tidak jauh berbeda. Bilamana Rusli Zainal disebut tidak setia pada Jusuf Kalla, begitu juga dengan Gamawan yang tidak loyal pada PDIP. Rusli Zainal bergabung dengan ormas pendukung SBY-Boediono. Nama Ormasnya Indonesia Bisa. Ia jadi penasihat di jajaran kepengurusan.
Sementara di sisi lain, sosok Rusli Zainal adalah orang nomor satu di tubuh partai beringin. Partai ini mengusung Jusuf Kalla-Wiranto dalam pertarungan Pilpres. Kata pengamat, Rusli Zainal memasang dua kaki. Memasang dua kaki adalah karakter lebih buruk dari seorang opotunis. Pribadi yang belum matang memprediksi kemungkinan yang terjadi di masa akan datang. Orang yang gamang di antara dua pilihan. Dipilih JK-Wiranto secara total, diri tak yakin benar pasangan ini menang. Bergabung dengan pendukung SBY-Boediono, jangan-jangan kandidat ini kalah. Jadi alamat bagus memasang dua kaki. Coki dua nokang. Kalah atau menang orang yang berkompetisi tak ada soal. Inilah pangkal bala sosok memasang kaki dua disebut pribadi lebih jelek. Tak punya pendirian dan tak jelas pula komitmennya. Khalayak ramai menyebut tipikal orang seperti mendekati sifat munafik. Berwajah dua. Ketika bertemua si A, ia berbicara seolah berpihak pada si A. Begitu juga manakala bertemu si B. Seakan-akan si B itu yang hebat dan ia dukung. Hatinya bolak-balik. Kecendrungannya mengarah kepada keuntungan bisa diperoleh. Bila tak menguntungkan, maka pembicaraan hanya sebatas pemanis komunikasi.
Begitu kerasnya kritikan ke Rusli Zanal, ia hanya menjawab, sebagai seorang Gubernur ia berkewajiban membina Ormas. Ormas apapun. Apakah kalimat itu tepat dikatakannya? Entahlah! Tapi orang menilai, tindakan Rusli sangat tidak wajar, apalagi menjelang pesta demokrasi.
Lain lagi dengan Gamawan Fauzi. Ia secara tegas mendukung SBY-Boediono. Malah ia hadir pula pada acara deklarasi pasangan yang diusung Partai Demokrat bersama parpol koalisi lainnya. Malah tidak sebatas itu, sosok yang satu ini malah ia yang membacakan dukungan rakyat kepada pasangan incumbent itu.
Dunia perpolitikan nasional terhenyak. Gamawan dinilai tak berbudi karena slogan SBY-Berbudi (awal tagline pasangan ini). Ia tak tahu balas jasa pada partai pendukung. Jangankan membalas kebaikan, malah ia memberi tamparan keras pada partai di bawah kepemimpinan Megawati itu. Bagi PBB, barangkali tak soal, karena partai yang tak lolos Parliamantary Treshold (PT) itu bergabung dengan Demokrat.
Orang heboh dengan Gamawan. Bagaimana pribadi yang digadang-gadangkan PDIP, bisa membelot. Hal itu tak mungkin terjadi, jika saja yang bersangkutan tahu diri. Tapi lagi-lagi argumen pembelaan muncul. Ia sudah izin kepada PDIP. Katanya begitu, apakah benar atau tidak, hanya ia yang tahu. Tapi jelas orang PDIP merasa tersinggung. Kalau tersinggung, tentu Gamawan bohong.
Inilah dua sosok gubernur di republik ini. Magnet pemilihan presiden telah membuat mereka melakukan sesuatu yang susah dicerna akal sehat masyarakat. Pemimpin semakin pragmatis! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar