Rabu, 30 Mei 2012

Tepati Janjimu Seperti Matahari

on Wednesday, March 24, 2010 at 8:41pm ·
(tulisan ini disebarluaskan Harian Vokal dan riauhariini.com)

Seorang teman bernama Nangka pernah menulis; "Tepatilah janjimu seperti janji matahari terbit di timur, terbenam di barat.” Sepanjang waktu begitu terus. Dari nenek moyang hingga sekarang begitu adanya. Tak berubah-rubah. Terbenam suatu wilayah untuk terbit di wilayah lain. Begitu pula yang disimpulkan sastrawan India, Muhammad Iqbal.
Lain matahari, lain pula manusia. Berbeda dengan bintang yang paling dekat dengan bumi dan tidak sama pula dengan cucu adam. Bilamana matahari berevolusi pada siklus aktivitas 11 tahun, manusia sering lari kata yang diucapkan. Ingkar janji kata orang. Munafik bahasa agamanya.
Apakah suatu masa, matahari akan lari dari kebiasaan itu? Tidak terbit dari timur dan terbenam sebelah barat? Kalau itu terjadi, apakah matahari bisa dibilang ingkar? Matahari tak lagi berpegang teguh pada tihta alam.
Dalam bahasa agama, akan datang suatu masa dimana matahari akan melakukan sesuatu yang bertolak belakang dari tradisi. Ia tidak lagi terbit dari timur, namun dari barat. Terbenam juga bukan di barat, melainkan di timur. Manakala itu terjadi, gunung dan isi perut bumi akan berterbangan. Itulah kiamat.
Akhir-akhir ini terdengar banyak perusahaan di Riau yang ingkar janji. Berjanji mau datang ketika dengar pendapat dengan dewan di Kabupaten Siak, tahu-tahu tidak tiba. Mereka mangkir saat membahas nasib karyawan mereka sendiri. Mereka tak memandang sepele sebuah janji. Apakah pengusaha itu munafik? Entahlah!
Namun Ibn Juraij mengatakan, ucapan orang munafik selalu berbeda dengan perbuatannya. Apa yang ia sembunyikan selau berbeda dengan apa yang ia tampakkan. Batinnya berbeda dengan luarnya dan kehadirannya berbeda dengan ketidakhadirannya. Kemunafikan digambarkan sebagai sindrom berbahaya bagi setiap individu kaum muslimin. Karena itu, mutlak harus menjauhi sifat-sifat munafik. Kemunafikan juga membahayakan bagi umat manusia, dan hari depan kehidupan.
Hakekatnya mereka adalah para pendusta! Merekalah destruktor (perusak) yang sesungguhnya. Tetapi tidak pernah menyadari, atau pura-pura tidak menyadari, bahwa tindakan atau amal mereka merusak. Mereka mengeluarkan jargon-jargon yang indah dan memikat.
Apakah ini yang disebut dengan kiamat nurani. Nurani sudah hancur lebur lantaran noda ingkar janji. Manusia yang sakit segumpal daging di dalam dadanya. Tapi perkaranya bukan sekadar kiamat nurani, melainkan sebuah pelecehan terhadap eksitensi lembaga wakil rakyat. Remeh benar anggota legislatif sepertinya di mata kapitalis itu. Dianggap tak apa-apa saja.
Kalau sudah begitu, bagaimana anggota dewan di Riau menegakkan harga dirinya di hadapan kapitalis? Akankah dibiarkan seiring dengan kuatnya cengkeraman mereka di tanah ini? ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar