Rabu, 13 Juni 2012

Ada Emas di Bawah Batu Penghalang

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN PAGI VOKAL, 6 MEI 2011)
Beberapa waktu lalu, jalan lintas Riau-Sumbar putus. Batu yang ada di bukit Kabupaten Kampar, longsor sehingga menutupi infrastruktur tersebut. Alamat banyak mobil yang terhenti perjalanannya. Mengularlah orang menunggu sampai jalan lancar lagi.
Tak ada yang berbuat untuk menyingkirkan batu dan tanah. Kalau pun ada sebagian warga melakukan, itu tak lebih dari sekelompok orang yang memanfaatkan keadaan. Menangguk di air keruh. Membantu dengan mengharapkan pamrih, malah mematok harga.
Tapi dari sekian sopir yang terjebak jalan putus, banyak yang mengambil jalan lain. Mereka putar kepala atau menempuh rute yang lazim. Sama juga dengan kisah seorang pemuda pada zaman dahulu di sebuah negeri, seorang raja yang bijaksana berniat untuk menguji rakyatnya. Di suatu malam, diam-diam ia memerintahkan pasukannya untuk menutup jalan utama. Sebuah jalan yang biasa digunakan untuk berdagang dengan sebuah batu yang cukup besar sehingga tidak mungkin dapat dilewati. Keesokan harinya, satu demi satu penduduk yang melewati jalan tersebut terlihat berbalik arah untuk mengambil jalan memutar yang lebih jauh, dengan wajah kesal dan terus mengomel. Kejadian tersebut berlangsung selama beberapa saat.
Hingga pada suatu, seorang pemuda dengan terburu-buru melangkahkan kakinya di jalan tersebut. Ia terhenyak ketika mengetahui bahwa ada batu besar yang menutupi jalan tersebut. Orang-orang yang kebetulan sedang berada di sana menyarankan dia untuk menempuh jalan memutar yang setidaknya tiga kali lebih jauh jaraknya. Pemuda tersebut terdiam. Keningnya berkerut menandakan ia sedang berpikir keras. Tak lama, tanpa diduga oleh penduduk yang lain, ia pun berjalan mendekati batu tersebut dan mendorongnya.
“Percuma!” ujar seorang bapak yang sedang membawa sekeranjang wortel, “Kami juga sudah mencobanya dan batu itu sama sekali tidak mau bergerak.”
Penduduk yang lain mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Sebagian bahkan mulai menatap pemuda tersebut dengan sinis.
“Si Herikules saja tidak mampu mendorongnya. Mana mungkin kamu bisa?”, teriak seorang wanita berbaju batik, diikuti dengan tawa cemooh orang-orang yang ternyata semakin banyak jumlahnya. Aksi nekat pemuda tersebut rupanya menarik minat mereka untuk menjadi penonton.
Tanpa menghiraukan mereka, pemuda tersebut dengan sekuat tenaga terus mendorong… Mendorong… Mendorong… Mendorong… Hingga tiba-tiba… GRRKKKK.. batu besar itu bergeser! Penduduk yang melihatnya terkaget-kaget dan hanya bisa melongo menyaksikan pemuda tersebut, dengan mengerahkan tenaganya yang masih tersisa, mulai menggeserkan batu tersebut sedikit demi sedikit hingga akhirnya jalan tersebut cukup lebar kembali untuk bisa dilewati.
Merasa capek, pemuda tersebut pun terduduk di tanah. Di sana ia melihat ada sebuah kotak kayu kecil, yang sedikit tertimbun oleh pasir. Letaknya persis di bawah batu besar tadi. Penasaran, ia pun mengambil kotak tersebut, membukanya, dan menemukan ratusan koin emas di dalamnya beserta sepucuk surat dari sang raja, lengkap dengan stempel kerajaan dan tanda tangan beliau, yang menyatakan bahwa siapa saja yang mampu menyingkirkan batu tersebut berhak atas segala yang ada di dalam kotak kayu.
Pemuda tersebut tidak bisa menahan rasa harunya. Butiran air mata berjatuhan satu demi satu.
“Nak,” ibu-ibu berbaju batik menyentuh pundaknya. Ia menoleh ke arah ibu tersebut. “Bagaimana mungkin kamu bisa mendorong batu sebesar itu? Apa rahasianya? Aku rasa kamu tidak mungkin lebih kuat dari Herikules.”
“Saya memang tidak lebih kuat dari Herikules, bu,” jawab pemuda tersebut lirih, “namun, jika ibu berada pada posisi saya, dengan kedua orang tua yang sakit keras dan satu-satunya obat yang dapat menyembuhkan mereka hanya dapat dibeli di toko obat yang ada di ujung jalan ini, saya yakin ibu pun pasti mampu untuk mendorong batu tadi.”
Wahai Tuan! Berbuatlah sesuatu yang berarti pada setiap ada masalah. Mana tahu ada emas di balik tindakan yang diambil. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar