Rabu, 13 Juni 2012

Fulan Bermimpi Hari Pernikahan

(TULISAN INI MENGHIASI HALAMAN 2 HARIAN PAGI VOKAL) Ini hari pernikahan kawan yang ke seperempat abad. Sang kawan merayakan dengan sangat sederhana. Ada 25 anak yatim dan fakir maskin yang ikut hadir acara yang diformat dalam bentuk syukuran.
Lazimnya perayaan sebelumnya, sepasang suami istri selalu menyugukan kelapa muda berwarna hijau. Sesungguhnya sejarah pertalian hati mereka diikat dengan buah itu. Ketika susah, mereka hanya minum dan makan buah kelapa. Sehingga tidak heran ada kenangan mendalam. Setiap waktu bertepatan dengan hari ijab kabul, mereka selalu meminum dan makan buah kelapa muda.
23 kali sudah tradisi itu dilaksanakan. Namun untuk yang ke-24 kali ini, suasana jadi lain. Sepasang suami istri berebut sembari tertawa. Mereka berlomba mengambil bagian-bagian tertentu. Anak-anak yang malang secara ekonomi itu pun ikut tertawa.
“Ayah! 25 tahun sudah kita hidup bersama. Pada masa susah kita saling menguatkan dan berbagi dengan gembira. Sungguh bahagia bersamamu! Hari ini kita lebih bahagia lagi, lantaran ada 25 anak yatim di sekeliling kita. Semoga doa mereka menjadi lem perekat keabadian cinta ini. Terima kasih anak-anak,” kata sang istri.
Kalimat itu disambut dengan suara gemuruh; “Amien…….,” sahut mereka. Suara itu membuat Fulan terbangun. “Mimpi rupanya aku. Hmm…kenapa mimpi begini ya,” tanya Fulan dalam hati.
Sadar punya sadar, rupanya dia baru baca cerita soal sepasang suami istri. Kisah yang mengelikan; mungkin itu penyebab bunga tidur. Di sebuah gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati jamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan bertanya, “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan, “Suamiku…sudah 50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu, aku telah dengan melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.” tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya, “Isteriku yang tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, “Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi, “Walaupun telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.”
Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua pasangan tersebut. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar