(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN PAGI VOKAL, 5 MEI 2011)
Tak
jauh dari tempat tinggal Fulan, ada sekelompok anak muda mengadakan
majelis piker dan zikir. Setiap malam mereka mendadar ilmu. Duhai
indahnya Tuan!
Tatkala begitu, Fulan ingat dengan sosok yang
disebut bunga majelis, yaitu Mush’ab bin Umair. Ia adalah seorang di
antara para sahabat Nabi. Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang yang
paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.
Para
muarrikh dan ahli riwayat melukiskan semangat kemudaannya dengan
kalimat: “Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum.”
Ia
lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya.
Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung
dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagai yang dialami
Nlush’ab bin Umair.
Mungkinkah kiranya anak muda yang serba
kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis
Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat
sedemikian rupa hingga menjadi buah cerita tentang keimanan, menjadi
tamsil dalam semangat kepahlawanan. Sungguh, suatu riwayat penuh pesona,
riwayat Mush’ab bin Umair atau “Mush’ab yang balk”, sebagai biasa
digelarkan oleh Kaum Muslimin. Ia salah satu di antara pribadi-pribadi
Muslimin yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad.
Suatu
hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan
warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin … Muhammad, yang mengatakan bahwa
dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka,
sebagai da’i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.
Sementara
perhatian warga Mekah terpusat pada berita itu, dan tiada yang menjadi
buah pembicaraan mereka kecuali tentang Rasulullah serta Agama yang
dibawanya, maka anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita
itu. Karena walaupun usianya masih belia, tetapi ia menjadi bunga majlis
tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para
anggota dan teman-temannya. Gayanya yang tampan dan otaknya yang cerdas
merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka
jalan pemecahan masalah.
Di antara berita yang didengarnya ialah
bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu
tempat yang terhindar Sauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan
ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Keraguannya
tiada berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu
senja didorong oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai
rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan
para shahabatnya, tempat mengajamya ayat-ayat al-Quran dan membawa
mereka shalat beribadat kepada Allah Yang Maha Akbar.
Baru saja
Mush’ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alquran mulai mengalir dari
kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga,
meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush’ab pun terpesona oleh
untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.
Hampir
saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan
serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan
tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda
yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati
yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam.
Pemuda
yang telah Islam dan Iman itu tampak telah memiliki ilmu dan hikmah
yang luas — berlipat ganda dari ukuran usianya — dan mempunyai kepekatan
hati yang mampu merubah jalan sejarah …!
Khunas binti Malik yakni
ibunda Mush’ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak
dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan
ditakuti.
Ketika Mush’ab menganut Islam, tiada satu kekuatan pun
yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri, bahkan walau
seluruh penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang
pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak
menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush’ab akan menganggapnya
enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush’ab tidak dapat dianggap
kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk
menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki
Allah. Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri
majlis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan
sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita
keislamannya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar