Rabu, 13 Juni 2012

Pemimpin Kita Marah Tuan

(TULISAN INI DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 1 FEBRUARI 2011)
Ini drama kemarahan wakil rakyat. Lantaran 19 anggota DPR dibui KPK, pemilik otoritas Senayan bermuka masam. Mereka marah dan tidak terima kawan-kawan seperjuangan di jalan pencari kekuasaan ditahan. Sampai-sampai kedatangan petinggi lembaga pemberantas korupsi ke gedung wakil rakyat ditolak.
Minta ampun wahai Fulan! Sungguh ini sepertinya sebuah negara yang dihuni oleh anak bangsa yang pemarah. Sedikit-sedikit marah, tapi marahnya tidak sedikit. Pemimpinnya emosional, rakyatnya jangan disebut lagi.
Kata orang, sedikit kritik, marah. Terindikasi mencurigakan, marah. Ditanya hal-hal yang agak menyinggung dirinya, marah. Keluarganya tersindir, marah. Marahlah yang menggerakkan mereka datang.
Perhatikan saja manakala mereka sidang paripurna! Belum selesai seorang bicara, sudah diinterupsi. Belum tuntas duduk satu perkara, sudah dibantah. Kejadian jadi ramai, ribut, kacau. Suara saling bersahutan riuh rendah, entah siapa yang mau didengar. Seperti Cina karam. Semua pada berteriak tak berketentuan.
Ada kisah tentang seorang raja, yang konon tidak bisa marah. Ia adalah Yudistira, atau Puntadewa, sulung lima bersaudara Pendawa. Hanya Prabu Yudistira yang konon tidak bisa marah. Yudistira, Raja Amarta dalam kisah Mahabarata itu, walaupun istrinya diambil orang juga tidak marah. Menyangkut urusan pribadinya Yudistira tidak pernah marah. Ia marah ketika seseorang mengambil jimatnya Kalimasada. Mengapa? Karena dengan diambil, ia akan kehilangan keyakinan dan akidahnya. Negaranya pun bakal gonjang ganjing, kacau balau, sehingga rakyat akan menderita. Karena itu ia marah. Tetapi sejauh menyangkut pribadinya, ia tidak akan marah.

Tetapi Tuan, menurut sebuah referensi, kemarahan adalah sebuah bentuk nafsu. Nafsu adalah kekuatan yang tidak pernah netral, karena ia hanya mempunyai dua arah gerak; yaitu bila ia tidak memuliakan, pasti ia menghinakan.
Nafsu juga bersifat dinamis, karena ia menolak untuk berlaku tenang bila Anda merasa tenang. Ia akan selalu memperbaruhi kekuatannya untuk membuat Anda memperbaruhi kemapanan Anda.
Maka perhatikanlah ini dengan cermat; bila Anda berpikir dengan jernih dalam memilih tindakan dan cara bertindak dalam kemarahan, nafsu itu akan menjadi kekuatan Anda untuk meninggalkan
Dan bila nafsunya telah menjadikannya seorang yang tidak bisa direndahkan lagi, dia disebut sebagai budak nafsu.
Kualitas reaksi Anda terhadap yang membuat Anda marah, adalah penentu kelas Anda.
Kebijakan para pendahulu kita telah menggariskan bahwa untuk menjadi marah itu mudah, dan patut bagi semua orang. Tetapi, untuk bisa marah kepada orang yang tepat, karena sebab yang tepat, untuk tujuan yang tepat, pada tingkat kemarahan yang tepat, dan dengan cara yang tepat, itu tidak untuk orang-orang kecil.
Kita sering merasa marah karena orang lain berlaku persis seperti kita. Perhatikanlah, bahwa orang tua yang sering marah kepada anak-anaknya yang bertengkar adalah orang tua yang juga sering bertengkar dengan pasangannya.
Dan dengannya, bukankah kemarahan Anda juga penunjuk jalan bagi Anda untuk menemukan perilaku-perilaku baik yang sudah Anda tuntut dari orang lain,tetapi yang masih belum Anda lakukan? Lalu, mengapakah Anda berlama-lama dalam kemarahan yang sebetulnya adalah tanda yang nyata bahwa Anda belum memperbaiki diri?
Bila Anda seorang pemimpin, dan Anda telah menerima tugas untuk meninggikan orang lain; maka tidak ada badai, gempa, atau air bah yang bisa membuat Anda mengurangi nilai Anda bagi kepantasan untuk mengemban tugas itu.
Karena, orang-orang besar akan sangat berhati-hati dengan perasaan hormat Anda kepada diri Anda sendiri. Bila mereka marah pun kepada Anda, mereka akan berlaku dengan cara-cara yang mengundang Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Sedangkan orang kecil? Orang-orang kecil membuat orang lain merasa kecil agar mereka bisa merasa besar. Anda mengetahui kebesaran yang dijanjikan untuk Anda. Maka besarkanlah orang lain. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar