(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 18 JANUARI 2011)
Fulan
bicara perasaan. Ada lelaki tersungkur nelangsa di istana asmara. Jika
saja di hatinya tak punya kiblat, mungkin dia tersesat memikul beban
perasaian. Jika kata sudah bersimpang, alamat hati tak tenang. Manakala
kisah tidak seayun selangkah, eloknya jarum jam berhenti berdetak.
Begitu
yang dialami teman Fulan. Berat, dalam menungnya dan tak ada yang
dipikirkan lagi. Hatinya kosong melompong. Berpulang pada Fulan, dia
sadar benar. Mendapatkan teman seperti ini, membacakan kisah adalah obat
mujarab. Di tengah menung sang teman, Fulan membaca kisah cinta sufi
dengan keras.
Wahai kawan! Engkau yang punya istana cinta.
Tersebutlah seorang sufi wanita yang cantik jelita. Saking cantiknya,
banyak pemuda yang jatuh hati pada. Namun tak ada satu pemuda pun yang
mampu menaklukkan hati sang sufi. Suatu ketika seorang pemuda nekat
mengungkapkan isi hatinya.
“Duhai Adinda yang cantik jelita!
Mengapa engkau biarkan hati ini merana karena gelora asmara yang tak kau
pedulikan. Tega nian engkau permata hatiku,” ungkap sang Pemuda.
Setelah
sekian lama membisu, akhirnya sang sufi menjawab. “Kakanda! Apakah
gerangan yang membuat kanda jatuh hati padaku, hingga menggangguku untuk
menemukan cinta sejatiku?”
Dengan sedikit ngegombal si pemuda
merayu. “Dinda tatapan mata indahmu membuat tak berdaya semua pria,
hidungmu yang mancung membuat khayalku melayang entah dimana.”
“Ohh… itukah yang membuatmu jatuh hati?” tanya si sufi jelita.
“Betul dinda. Itulah yang menjadikan hati ini bergelora,” seloroh pemuda yang tiada henti menggombal.
Lantas
sufi mengambil sebuah pisau. Tanpa ragu-ragu mencongkel kedua matanya
dan menggiris hidung mancungnya. Usai itu memberikannya pada pemuda
tadi. Pemuda terpana tanpa mampu berkata-kata. Lalu berlalu dengan
kebingungan.
Baru saja cerita disampaikan, teman Fulan tersentak.
Dia sadar dan mafhum, kalau dirinya nyaris tersesat di jalan asmara.
Pikirannya hampir buntu lantaran perkara asmara. “Hmmm…cinta!” katanya.
Kemudian
Fulan membaca beberapa kalimat dari buku “Suci Hati Bersama Nabi” karya
Abu Umar Basyir. Hati itu ibarat Istana sebuah keindahan yang tak
nampak, sebuah keagungan yang tak terlihat, namun bisa dirasakan akan
tetapi apabila hati sudah ternoda dosa gelembung pahitnya tercicipi
setiap insan, ibarat santapan di sebuah pesta hidangan.
Meski hati
bukanlah Tuhan tapi jangan biarkan hati menjadi sarang-sarang setan.
Bergantung hanya kepada hati adalah bualan sufi murahan, namun
mengabaikan masalah hati adalah awal dari sebuah kesesatan. Hati
bukanlah gudang kebenaran, karena hati hanyalah tempat persinggahan
petunjuk yang dipahami melalui ajaran kebenaran. Menuhankan hati adalah
kenistaan, namun menutup hati berarti membuka pintu kesombongan.
Hati
ibarat lautan yang luas tanpa tepi dan pantai, namun hati bisa sempit
dan beku ketika kita membiarkannya tanpa sentuhan ajaran kebenaran.
Lalu
teman Fulan berbisik ke hatinya, cinta, hidup dan matiku hanya
kupersembahkan kepada kekasihn yang hakiki, yaitu Sang Pencipta Alam
Semesta. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar