Rabu, 13 Juni 2012

Ketika Cinta jadi Petaka

(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN PAGI VOKAL, 9 MARET 2011)
Sepertinya kasih sayang kian enyah dari kehidupan. Pergi menguap seiring waktu. Begitulah Fulan mematut dunia sekarang tatkala dia membaca berita seorang istri membakar istri dan anaknya di Rokan Hulu. Hmm…betapa kejamnya dunia wahai Tuan!
Dulu katanya cinta, kini malah petaka. Dulu disampaikan kalau dirinya  punya perasaan mendalam pada pasangan, sekarang malah jadi bencana. Terbalik 180 derajat.
Pada kehidupan ini memang banyak kisah menyedihkan. Manakala di daerah suluk itu seorang ayah membakar anaknya, di tempat lain malah anak lelaki berlaku aniaya pada ayahnya.

Tersebutlah sebuah kisah sepasang suami isteri muda yang mempunyai seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun. Ayah si suami itu tinggal bersama mereka, ia sudah amat tua, sangat lemah serta sulit untuk berjalan sendiri. Isteri muda itu amat tidak menyukai kehadiran ayah mertuanya di antara mereka. Tetapi suaminya, amat menyayangi ayahnya dan selalu menenangkan isterinya untuk merawat orangtuanya dengan baik.
Pada suatu malam, si isteri itu menunggu sampai anak laki-lakinya tidur nyenyak, ia lalu meminta kepada suaminya untuk menyingkirkan ayah mertuanya itu dari rumahnya, apabila suaminya ingin tetap hidup bersamanya.
Suaminya amat sedih dan merasa tidak berdaya menghadapi permintaan isterinya itu. Akhirnya ia menyetujui permintaan isterinya, supaya kehidupan rumah tangganya tidak terganggu lagi oleh ayahnya yang sudah tua renta itu.
Setelah yakin anaknya sudah tidur nyenyak, mereka lalu merencanakan bagaimana caranya untuk membuang ayahnya itu. Si isteri berkata : “Besok pagi-pagi sekali, kamu harus katakan kepada ayahmu, bahwa kamu akan membawanya ke tempat ziarah. Taruh saja dia di dalam keranjang besar dan bawa dia ke dalam hutan lebat. Tinggalkan saja di sana
, biar dimakan binatang buas, setelah itu cepat-cepat pulang ke rumah.”
Keesokkan paginya, anak laki-laki itu bangun pagi-pagi sekali. Seperti yang telah direncanakan orangtuanya, si ayah membawa kakeknya yang dimasukkan ke dalam keranjang besar dan pergi keluar. Anak itu lalu bertanya :
“Ayah, mau dibawa kemana kakekku ini?”
“Anakku, saya akan membawanya pergi berziarah.”
“Baiklah ayah, tetapi jangan lupa ya membawa pulang kembali keranjang besar itu, karena kalau nanti ayah sudah setua kakek, saya akan membawa ayah berziarah juga.”
Kata-kata anak laki-laki itu menyadarkan mereka, pasangan suami isteri muda itu lalu berubah pikiran. Mereka akhirnya merawat orangtua itu dengan baik.
Di India, seorang ayah yang masih muda merencanakan membuang ayahnya yang sudah tua, si ayah dimasukkan ke dalam sebuah kereta. Ia lalu membawanya ke kuburan. Cucunya juga ikut serta. Ketika cucunya melihat ayahnya sedang menggali lubang kuburan untuk mengubur kakeknya, anak kecil itu berkata kepada ayahnya: “Ayah, tolong gali sebuah lubang lagi untuk kuburanmu sendiri. Nanti, kalau ayah sudah tua saya tinggal mengubur ayah saja di situ, jadi saya tidak usah repot-repot menggali kuburan untukmu.”
Ada
cerita lain lagi, seorang kakek diberikan makanan dengan sebuah piring yang amat kotor, ditaruh di atas tanah. Piring itu begitu kotornya sehingga tak seorang pun yang sanggup untuk memakan makanan dari piring tersebut. Ketika anak laki-laki tua tersebut melihat bahwa tak ada gunanya lagi untuk memberi makan kepada ayahnya, ia ingin membuangnya. Anaknya yang masih muda lalu berkata :
“Ayah, piring tua itu jangan dibuang. Saya ingin menyimpannya.”
Ayahnya bertanya : “Untuk apa?”
Anak muda itu berkata :
“Untuk apa….? Tentu saja untuk memberikan makanan ayah di atas piring itu kalau ayah sudah setua kakek saya ini.”
Tuan dan Puan! Agar kasih sayang kembali pada tampuknya, ada baiknya kita ajak anak kecil kita hadir pada momen dimana hati kita lagi tandus? Semoga sang buah hati jadi penyubur kasih sayang di istana hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar