Rabu, 13 Juni 2012

Mustahaq dari yang Disembunyikan

(TULISAN INI DIPAUBLIKASI HARIAN VOKAL, 4 JANUARI 2010)
Sembunyi punya sembunyi, akhirnya kurir sabu dari Malaysia tertangkap basah. Sang pembawa barang haram yang bernama Khalid dijebloskan ke penjara lantaran menyimpan sabu-sabu dalam celana dalam. Dia ditangkap di Pelabuhan Dumai sepulang dari Malaysia.
Hmm…barang perusak generasi di simpan di kolor. Begitulah praktik mafia narkoba. Semuanya dilakukan. Tak ada jalan yang tidak ditempuh. Benda untuk fly ditaruh di tempat yang paling pribadi.

Cerita punya cerita, soal menyembunyikan, ada kisah sufi. Namanya Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir. Beliau dilahirkan di Naif, Jailan, Iraq, Ramadhan 470 H, tahun 1077 M. Ayahnya bernama Shahih, seorang yang taqwa keturunan Hadhrat Imam Hasan, cucu pertama Rasulullah, putra sulung Imam Ali dan Fatimah r.a., puteri tercinta Rasul.
Ibu beliau adalah puteri seorang wali, Abdullah Saumai, yang juga masih
keturunan Imam Husein, putera kedua Ali dan Fatimah. Dengan demikian, Sayid Abdul Qadir adalah Hasani sekaligus Huseini.
Diriwayatkan menjelang keberangkatan Abdul Qadir ke Baghdad, ibunya yang sudah menjanda, membekalinya delapan puluh keping emas yang dijahitkan pada bagian dalam mantelnya, persis di bawah ketiaknya, sebagai bekal. Uang ini adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kala hendak berangkat, sang ibu di antaranya berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang anak berjanji untuk senantiasa melaksanakan pesan tersebut.
Begitu kereta yang ditumpanginya tiba di Hamadan
, menghadanglah segerombolan perampok. Kala menjarahi, para perampok sama sekali tak memperhatikannya, karena ia tampak begitu sederhana dan miskin. Kebetulan salah seorang perampok menanyainya apakah ia mempunyai uang atau tidak.
Ingat akan janjinya kepada sang ibu, si kecil Abdul Qadir segera menjawab; "Ya,
aku punya delapan puluh keping emas yang dijahitkan di dalam baju oleh ibuku."
Tentu saja para perampok terperanjat keheranan. Mereka heran, ada manusia
sejujur ini.

Mereka membawanya kepada pemimpin mereka, lalu menanyainya, dan
jawabannya pun sama. Begitu jahitan baju Abdul Qadir dibuka, didapatilah
delapan puluh keping emas sebagaimana dinyatakannya. Sang kepala perampok terhenyak kagum. Ia kisahkan segala yang terjadi antara dia dan ibunya pada saat berangkat, dan ditambahkannya jika ia berbohong, maka akan tak bermakna upayanya menimba ilmu agama.
Mendengar hal ini, menangislah sang kepala perampok, jatuh terduduk di kali Abdul Qadir, dan menyesali segala dosa yang pernah dilakukan. Kabranya kepala perampok ini adalah murid pertamanya. Peristiwa ini menunjukkan proses menjadi Shiddiq. Andaikata ia tak benar, maka keberanian kukuh semacam itu demi kebenaran, dalam saat-saat kritis, tak mungkin baginya.
Tuan dan Puan! Lain pula zaman sekarang, ada petugas yang suka dengan barang yang disembunyikan. Hmm…konon kata orang, rezeki yang tersembunyi dari yang disembunyikan. Makin tersembunyi, makin besarlah nilainya. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar