Rabu, 13 Juni 2012

Coba Salahkan Diri Sendiri

(TULISAN INI MENGHIASI HALAMAN HARIAN PAGI VOKAL)
Pada halaman 26 buku How To Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie termaktub petuah bijak. Seorang pendiri toko-toko Amerika yang memakai namannya, Wanamaker pernah mengatakan sembilan puluh sembilan kali dari seratus, orang tidak mengkritik dirinya sama sekali, tidak peduli betapa salahnya apa yang sudah dilakukannya.
Tersebutlah sebuah peristiwa. Pada tanggal 7 Mei 1931, perburuan penjahat paling sensasional di kota New York yang pernah dikenal akhirnya sampai pada klimaksnya. Setelah berminggu minggu pencarian, Crowley si ” Dua Senjata”- sang pembunuh, perampok bersenjata yang tidak merokok dan tidak minum minuman keras-berada dalam posisi bertahan, terjebak dalam apartemen kekasihnya di West End Avenue.
Seratus limapuluh polisi dan detektif mengepung tempat persembunyiannya. Mereka membuat lubang lubang di atap, mereka berusaha memancing keluar Crowley, si ”pembunuh polisi”, dengan gas air mata. Kemudian mereka menyiapkan senapan mesin di gedung gedung di sekitarnya, dan selama lebih dari satu jam area pemukiman New York dipenuhi suara letusan senjata. Crowley merangkak di belakang kursi, membalas tembakan polisi tanpa henti. Sepuluh ribu orang tercekam menyaksikan pertempuran ini. Belum pernah kejadian seperti ini terjadi di pinggir jalan kota New York.
Ketika Crowley tertangkap, Komisaris Polisi E.P. Mulrooney menyatakan bahwa si bandit dua senjata merupakan salah satu dari kriminal paling berbahaya yang pernah tercatat dalam sejarah Kota New York. ” Dia akan membunuh,” ujar sang Komisaris,”hanya karena jatuhnya sehelai bulu.”
Tetapi bagaimana Crowley si ”Dua Senjata” memandang dirinya sendiri? Tatkala polisi memberondong apartemennya, dia menulis sepucuk surat yang ditujukan ”Untuk Yang Berkepentingan.” Dan ketika dia menulis, darah mengalir dari lukanya meninggalkan jejak merah di kertas. Dalam suratnya ini, Crowley berkata,”Di balik pakaian saya, ada sebuah hati yang letih, tapi sebuah hati yang baik, hati yang tidak tega melukai siapa pun.”
Beberapa saat sebelum ini terjadi, Crowley baru saja mengadakan pesta kencan dengan pacarnya di pinggir kota Long Island. Tiba-tiba seorang polisi muncul menghampiri mobil dan meminta : ”Coba saya lihat surat mengemudi Anda.” Tanpa berkata sepatah katapun, Crowley menarik picu senjatanya dan menembak polisi itu hingga mandi darah. Tatkala polisi yang menjadi korban itu jatuh, Crowley melompat keluar mobil, merampas senjatanya, dan menembakkan sebutir peluru lagi ke tubuh yang tak berdaya itu. Dan itulah si pembunuh yang berkata,” Di balik pakaian saya ada sebuah hati yang letih, tapi sebuah hati yang baik, hati yang tidak tega melukai siapa pun.”
Begitu dia tiba di penjara Sing sing, apakah dia berkata,” Ini yang saya peroleh karena membunuhi orang-orang?” Tidak ! tapi dia berkata,”Ini yang saya peroleh karena membela diri.” Akhirnya Crowley dihukum mati di atas kursi listrik.
Al Capone, pemimpin gang paling kejam yang pernah membantai kota Chicago tidak pernah mengutuk dirinya sendiri : ”Saya sudah melewatkan tahun tahun dalam hidup saya untuk memberi orang-orang kesenangan, membantu mereka menikmati hidup, dan apa yang saya peroleh adalah perlakuan kejam, sebagai orang buronan yang diburu-buru polisi.”
Al Capone sebenarnya menganggap dirinya sebagai dermawan, seorang dermawan yang tidak dihargai dan seseorang yang dimengerti secara keliru.
Dutch Schultz, salah satu penjahat paling terkenal di New York, mengatakan dalam wawancara koran bahwa dia seorang dermawan publik, dan dia percaya itu.
Kalau Crowley si ”Dua Senjata”, Al Capone, dan Dutch Schultz tidak pernah menyalahkan diri mereka sama sekali.
Itulah manusia wahai kawan! Ilmu senter yang dipakainya. Orang disigi, sementara dirinya tidak ditelisik dengan cahaya kebenaran. Yang salah itu orang lain, dirinya tak pernah khilaf. Barangkali kita juga begitu Fulan! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar