(Tulisan dipublikasi HARIAN PAGI VOKAL, 4 JULI 2011)
Masih
terngiang suara Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila Kota Pekanbaru, Riau
kepada Gubernur Riau, HM. Rusli Zainal. Sang musafir ilmu menuntut sang
Gubri untuk tidak mengemis ke berbagai perusahaan besar yang ada di
Provinsi Riau untuk pembangunan gedung Avenue PON 2012.
Provinsi
ini kaya, jangan orang kaya bermental pengemis. Berbahaya kalau karakter
sudah jungkir balik. Jatuh marwah diri kalau semuanya diminta-minta.
Kita harus berdiri di atas kaki sendiri. Kalau ada yang mau membantu, ya
bantulah. Jangan orang memberi, tapi merasa dipaksa.
Jangan pula
lantaran kita berkuasa, kekuasaan dipergunakan sewenang-wenang atas
label partisipasi untuk kemajuan. Tidak benar itu wahai Fulan! Yang
benar membangun dengan semangat kesadaran dan rasa cinta yang mendalam!
Upss…tersadar
Fulan dibuatnya. Sudah lancang diri ini menceramahi pejabat berkuku dan
bergigi. Sebelas dengan jari Fulan aturkan mohon maaf Tuan! Tapi Tuan,
ada sebuah cerita yang patut kita baca bersama. Mana tahu elok buat
penghalusan rasa hati.
Tersebutlah seorang pemuda yang sedang
lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang
telah dipesan. Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil
laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, "Pak, mau beli kue,
Pak?"
Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan".
Anak
kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia
tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut
menjawab "Tidak dik, saya sudah kenyang".
Setelah pemuda itu
membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil
penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian
menjajakan kue buatan bunda. Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba
lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan
oleh-oleh buat orang dirumah".
Ini adalah sebuah usaha yang gigih
membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.
Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja
kue menawarkan ketiga kali kue dagangan.
"Pak mau beli kue saya?"
pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga
kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 1.500,00 dari dompet dan ia
berikan sebagai sedekah saja.
"Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik".
Lalu
uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis
yang sedang meminta-minta. Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak
dikasih uang kok malah dikasih kepada orang lain.
"Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?"
Anak
kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama
ibu di rumah ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan
saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu
terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja
keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis".
Pemuda tadi
jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue
yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos
kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses
bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja dihadapan ibunya
mempunyai nilai yang kurang, dan suatu pantangan bagi ibunya, anaknya
menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang kerumah ibu tersenyum
menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan
kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.
Kemudian pemuda tadi
memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia
kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh
anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan" ia akan mendapatkan uang
kalau ia sudah bekerja dengan baik. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar