(TULISAN INI MENGHIASI HALAMAN HARIAN PAGI VOKAL)
Semula
sang khatib Jumat itu berbicara tentang Kepala Sekolah yang ada di
Pekanbaru. Mulai dari sekolah dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA). Betapa sedihnya, kata khatib, banyak pemimpin sekolah yang
rakus. Negara sudah membiayai segalanya, namun dengan segala nafsu
keserakahan, ada-ada saja nama program yang dibuat demi bisa mengambil
uang wali murid.
Menging-ingat sifat kebanyakan kepala sekolah
itu, maka mereka tak ubahnya seperti kisah anjing yang mengigit daging
dan lewat jembatan kayu. Daging lepas, perut lapar. Uang tak jadi dapat,
jabatan melayang.
Seperti diceritakan nenek moyang kita, kata
khatib, ada seekor anjing yang terasa bingung saking laparnya, seharian
penuh tidak mendapatkan makanan. Saat senja tiba, akhirnya dengan penuh
gairah ia melihat sepotong daging yang lezat di atas tanah, ia bergegas
menggondol daging itu dan berlari ke tempat tinggalnya. Dalam hati dia
merenung "sungguh beruntung sekali, di luar dugaan bisa mendapatkan
daging besar ini, saya harus menikmati dengan sepuasnya."
Sambil
berjalan ia berpikir, dan tanpa disadari tiba di sebuah sungai, jika
sudah melewati jembatan kecil berarti tempat tinggalnya sudah dekat,
berpikir sampai di situ ia lantas menggigit lebih erat lagi daging itu,
dan berjalan di atas jembatan penyeberangan. Ia berjalan dengan sangat
hati-hati, ketika sampai di tengah jembatan, tanpa sengaja ia memandang
ke sungai, dan begitu melihat ke sungai bukan main kagetnya, ia melihat
ada seekor anjing di sungai itu, menggondol sepotong daging yang besar
dan sedang menatapnya.
Dalam hati ia mulai berpikir "wah, daging
yang digondolnya itu tampaknya lebih besar dibanding daging saya ini!
Jika saya sedikit lebih galak terhadapnya, siapa tahu mungkin ia akan
melepaskan daging itu dan lari!"
Makin dipikir ia semakin gembira,
lalu mulai galak terhadap anjing di sungai itu. Namun, anehnya, anjing
itu sepertinya tidak takut sedikit pun terhadapnya. Ia memelototkan
mata, dan anjing itu juga memelototkan matanya; ia berbalik, anjing itu
juga berbalik, ia menghentakkan kaki, anjing itu juga ikut menghentakkan
kakinya.
Akhirnya, ia benar-benar marah, dalam hati berpikir
"lebih baik aku menggigitnya, ia pasti akan lari, dengan begitu aku bisa
mendapatkan daging itu," lalu, ia membuka moncongnya dan menggonggong
dengan keras "Auh. auh.auh..."
Begitu ia membuka moncongnya,
daging dalam gigitannya lalu tiba-tiba terjatuh ke sungai, menghancurkan
tubuh anjing yang berada di sungai itu, dan dalam sekejap tenggelam di
dalam air lenyap tak berbekas. Percikan air yang dalam menghancurkan
semua mimpi si anjing yang rakus ini, dan ia baru menyadari bahwa
ternyata anjing itu adalah bayangan dirinya dalam air.
Lalu dengan
sedih ia menangis "kalau tahu begini aku tidak akan sedemikian rakus,
namun kini, saya harus menahan lapar lagi, ke mana aku harus mencari
makan?"
Banyak orang ingin bisa hidup dengan lebih baik, harus
mendapatkan lebih banyak, maka disadari atau tidak dapat mencelakakan
kepentingan orang lain, tidak puas dengan apa yang sudah diperolehnya.
Bahkan ada yang tak segan-segan merampas barang milik orang lain.
Wahai
kata khatib itu, sekadar pembanding kisah, tersebutlah ibu sultan
dikenal sebagai seorang dermawan. Ia menanam pohon-pohon sebagai tempat
berteduh bagi penduduk Istambul di kala musim panas. Ia juga membiayai
jaringan sumur sehingga para penduduk dapat memperoleh air dengan lebih
mudah. Ia membangun masjid, sekolah, juga rumah sakit, yang ia bantu
dengan lahan yang menghasilkan pemasukan. Sehingga, semua itu dapat
berfungsi selama-lamanya.
Ketika rumah sakit tersebut sedang
dibangun, ia mengunjungi lokasinya. Di sana ia melihat seekor semut
jatuh ke dalam beton yang masih basah. Ia memutuskan bahwa tak ada satu
ciptaan pun yang boleh menderita akibat tindakan dermanya. Ia
menancapkan payung buatan Prancis miliknya yang mahal kedalam beton
tersebut, kemudian mengangkat keluar semut tersebut.
Beberapa
tahun kemudian, pada malam kematiannya, beberapa teman dekatnya bermimpi
tentang dirinya. Ia tampak muda dan berseri-seri. Dan ketika ia ditanya
apakah ia masuk surga karena seluruh dermanya, ia menjawab, “Tidak,
keadaan yang kualami sekarang adalah semata-mata karena seekor semut
yang kecil.” ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar