(TULISAN INI MENGHIASI HALAMAN 2 HARIAN PAGI VOKAL)
Menemukan
saudari yang menangis karena kesulitan hidup ini, hati Fulan teramat
perih. Terbayang susahnya memikul beban kebutuhan sehari-hari tanpa
suami. Anak tiga orang, tinggal di rumah kontrakan, dan mata pencarian
hanya sebagai pemulung.
Usia si buah hati, lagi-lagi butuh asupan
nutrisi untuk perkembangan. Fulan hanya bisa membelai kepala si kecil
sembari menyelipkan barang beberapa puluh ribu rupiah di tangannya.
Beberapa
bulan kemudian, saudari itu sudah berubah. Dia tidak lagi menangis.
Tatapan matanya sudah mulai tegar. Rautan wajah sudah mulai bersinar.
Seakan-akan dia bahagia dengan segala keadaan.”Jangan-jangan beliau ini
sudah menikah,” pikir Fulan.
Ternyata bukan itu penyebabnya,
melainkan sepenggal cerita di majalah bekas yang di punggutnya. Sebuah
cerita yang membuat jiwanya kokoh. Ini cerita yang terserak itu;
Pasar
malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira.
Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah
satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat.
Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.
Manusia
kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang.
Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.
Ia
mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali
menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan
genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.
'Hingga tetes terakhir', pikirnya.
Manusia
kuat lalu menantang para penonton: "Hadiah yang besar kami sediakan
kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air
jeruk dari buah jeruk ini!"
Kemudian naiklah seorang lelaki,
seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan
memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk
keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal.
Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil.
Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : "Aku berikan satu
kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"
Seorang wanita kurus
setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba.
"Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung." Walau dibayangi
kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas
pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria
kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu
apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.
Wanita
itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton
yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu
dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan
ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk
yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya
memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di
atas meja panggung.
Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.
Manusia
kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya, aku sudah
melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang
pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku
tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil
memenangkan hadiah itu. Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan
hal itu?"
"Begini," jawab wanita itu, "Aku adalah seorang janda
yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari
nafkah bagi hidup kelima anakku. Jika engkau memiliki tanggungan beban
seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau
itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk
menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas
yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku".
"Selalu ada
tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan
buntu untuk semua masalah serta "kebutuhan yang keluargaku perlukan.
"Namun
hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup
keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya
tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah
kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku.
Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku."
Sungguh dahsyat dampak dari sebuah cerita. Semoga kerasnya batu karang kehidupan ini, membuat engkau ikhlas menjalani kawan! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar