Rabu, 13 Juni 2012

Museum Cinta di Hati Tuan!

(TULISAN INI DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 27 JANUARI 2011)
Beberapa waktu lalu, jutaan orang di Amerika dan Eropa meneteskan air matanya. Mereka menangis lantaran sebuah galeri foto.  Gambar pasangan burung yang diambil fotonya di suatu wilayah di negara Republik Ukraina. Sang pejantan sedang berusaha menyelamatkan pasangan betinanya.

Foto itu diambil secara berurut berdasarkan kornologis yang terjadi. Seekor burung betina terkapar di pelataran dengan kondisi tubuh yang parah. Pasangan jantannya membawakan makanan dengan kasih sayang dan haru.
Tatkala sang jantan sedang memberi makan kepadanya, tak lama kemudian sang betina mati terkulai. Sang jantan sangat terpukul. Dengan sekuat tenaga,ia berusaha mengangkat. Berulang-ulang dilakukannya. Namun tak jua berhasil karena ukuran badan betina tak jauh beda dengan dirinya.
Sang burung jantan akhirnya menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah mati. Ia kemudian “menangis” di hadapan pujaannya yang telah terkapar mati kaku. Sambil berdiri di samping tubuh sang burung betina, sang jantan kemudian “berteriak” dengan suara yang sangat menyedihkan.
Akhirnya sang burung jantan menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah meninggalkannya dan tak akan bisa hidup kembali bersamanya. Ia berdiri disamping tubuh sang betina dengan sedih dan duka yang mendalam.
Burung yang burung. Dia didera perasaan sedih yang mendalam. Hatinya terpukau rasa kehilangan. Pasangan pergi untuk selamanya. Tak akan kembali lagi, sementara diri tinggal sendiri. Nelangsa di lubuk akal. Hati bimbang, pikiran tidak menentu.
Sungguh perasaan mencintai telah dimuseumkan dalam hatinya Tuan. Selamanya ada di sana sebagai bukti adanya getaran paling agung dari sebuah hati. Tempat penyimpanan peristiwa hubungan paling luhur. Fenomena yang menyentuh kesadaran setiap insan.
Suatu hari, sang Fulan pernah mendengar cerita seorang kawan. Kawan ini sepertinya menjalin cinta yang luar biasa. Dirinya menyayangi seorang lawan jenis. Kadarnya minta ampun besarnya. Jika dibenarkan kitab suci, mungkin cinta itu akan jadi Tuhannya, tidak Sang Pencipta.
Namun kekasihnya itu, terikat hubungan sakral dengan pihak lain. Tak bisa pula diganggu gugat. Jika dilanjutkan, ada yang terluka dan ada yang melukai. Lantas apa yang jalan keluarnya. Apakah dia melukai diri sendiri? Atau dia meminta pemakluman semua pihak?
Hmm…dia memuseumkan cinta di hatinya Tuan! Segala yang indah dari perasaan itu ia tulis dan dokumentasikan pada lembaran perasaannya. Lalu diakhirinya degan sebuah kecupan terindah. Hanya sentuhan bibir pada bayangan saja wahai kawan, bukan fisik yang dicintai. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar