(TULISAN INI DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 27 JANUARI 2011)
Beberapa
waktu lalu, jutaan orang di Amerika dan Eropa meneteskan air matanya.
Mereka menangis lantaran sebuah galeri foto. Gambar pasangan burung
yang diambil fotonya di suatu wilayah di negara Republik Ukraina. Sang
pejantan sedang berusaha menyelamatkan pasangan betinanya.
Foto
itu diambil secara berurut berdasarkan kornologis yang terjadi. Seekor
burung betina terkapar di pelataran dengan kondisi tubuh yang parah.
Pasangan jantannya membawakan makanan dengan kasih sayang dan haru.
Tatkala
sang jantan sedang memberi makan kepadanya, tak lama kemudian sang
betina mati terkulai. Sang jantan sangat terpukul. Dengan sekuat
tenaga,ia berusaha mengangkat. Berulang-ulang dilakukannya. Namun tak
jua berhasil karena ukuran badan betina tak jauh beda dengan dirinya.
Sang
burung jantan akhirnya menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah
mati. Ia kemudian “menangis” di hadapan pujaannya yang telah terkapar
mati kaku. Sambil berdiri di samping tubuh sang burung betina, sang
jantan kemudian “berteriak” dengan suara yang sangat menyedihkan.
Akhirnya
sang burung jantan menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah
meninggalkannya dan tak akan bisa hidup kembali bersamanya. Ia berdiri
disamping tubuh sang betina dengan sedih dan duka yang mendalam.
Burung
yang burung. Dia didera perasaan sedih yang mendalam. Hatinya terpukau
rasa kehilangan. Pasangan pergi untuk selamanya. Tak akan kembali lagi,
sementara diri tinggal sendiri. Nelangsa di lubuk akal. Hati bimbang,
pikiran tidak menentu.
Sungguh perasaan mencintai telah
dimuseumkan dalam hatinya Tuan. Selamanya ada di sana sebagai bukti
adanya getaran paling agung dari sebuah hati. Tempat penyimpanan
peristiwa hubungan paling luhur. Fenomena yang menyentuh kesadaran
setiap insan.
Suatu hari, sang Fulan pernah mendengar cerita
seorang kawan. Kawan ini sepertinya menjalin cinta yang luar biasa.
Dirinya menyayangi seorang lawan jenis. Kadarnya minta ampun besarnya.
Jika dibenarkan kitab suci, mungkin cinta itu akan jadi Tuhannya, tidak
Sang Pencipta.
Namun kekasihnya itu, terikat hubungan sakral
dengan pihak lain. Tak bisa pula diganggu gugat. Jika dilanjutkan, ada
yang terluka dan ada yang melukai. Lantas apa yang jalan keluarnya.
Apakah dia melukai diri sendiri? Atau dia meminta pemakluman semua
pihak?
Hmm…dia memuseumkan cinta di hatinya Tuan! Segala yang
indah dari perasaan itu ia tulis dan dokumentasikan pada lembaran
perasaannya. Lalu diakhirinya degan sebuah kecupan terindah. Hanya
sentuhan bibir pada bayangan saja wahai kawan, bukan fisik yang
dicintai. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar