Rabu, 13 Juni 2012

Aku Menginginkan Tuhan!

(TULISAN INI MENGHIASI HALAMAN 2 HARIAN PAGI VOKAL)
Semula hati Fulan berbunga-bunga melihat paras cantik yang lewat di depannya suatu hari di Pekanbaru. Buku yang sejatinya akan dibeli, tak jadi dibelinya lantaran perasaan begitu memesona. Sungguh indah dan menawan. “Mungkin sosok kaum hawa itu adalah bidadari,” pikir Fulan.
Pikiran kasmaran itu bergelayut terus. Setiap ingin dillupakan, setiap itu pula perasaan menggagumi bertambah. Manakala dilawan, kian rindu melihatnya. Semakin gandrung menatap senyumnya. Oh…Tuhan! Cinta datang pada diri Fulan, tetapi bagaimana dengan gadis itu sendiri?   
Itulah perkara yang melilit Fulan. Jangan-jangan cinta bertepuk sebelah tangan. Diri Fulan saja yang tergila-gila, sementara yang digila-gilai biasa saja. Berbahaya Tuan kalau memang demikian faktanya. Fulan terkena penyakit cinta.
Tidak siang tidak malam, hanya gadis itu seorang yang terbayang. Parahnya nama gadis itu sendiri, Fulan tidak tahu. Benar-benar gawat. Begitu-begitulah hari-hari Fulan. Awalnya indah, sekarang jadi derita. Pandangan pertama begitu menggoda, lalu berujung petaka. Rambut sudah acak-acakan dan tdak terurus. Wajah sudah mulai lesu.
Dalam kondisi yang memprihatinkan itu, Fulan tertidur di sebuah rumah tua. Dalam lelapnya, ada sekelabat bayangan putih duduk di sampingnya. “Wahai anak muda! Aku punya cerita untukmu. Duduklah dan simaklah,” katanya.
Ketika itu, Fulan merasa dirinya mengikuti perintah bayangan putih tersebut. Lalu berkisahlah dia. Pada tahun 1320-1389, ada kejadian menimpa Syamsuddin Muhammad, yang kemudian dikenal dengan nama Hafizh. Dia sang Pujangga Tuhan, penyair-sufi terkemuka. Tatkala berusia 21 tahun, ia bekerja sebagai pembantu pembuat roti. Pada suatu hari, Hafizh disuruh mengantar roti ke sebuah rumah besar. Saat ia sedang berjalan di halaman rumah besar itu, ia bertatap-pandang dengan seorang gadis yang menakjubkannya yang tengah berdiri di teras rumah. Tatap mata sang gadis itu demikian menawan hatinya. Hafizh pun jatuh cinta kepada sang gadis itu, meskipun sang gadis tidak mempedulikannya. Gadis itu putri seorang bangsawan yang kaya raya, sementara ia sendiri hanya seorang pembantu pembuat roti yang miskin. Gadis itu sangat cantik, sementara Hafizh berpostur pendek dan secara fisik tidak menarik, keadaan itu tanpa harapan.
Beberapa bulan berlalu, Hafizh pun menggubah beberapa puisi dan kidung-kidung cinta untuk merayakan kecantikan sang gadis pujaan dan kerinduan kepadanya. Orang-orang mendengarkan ia melagukan puisi-puisinya, dan ia mengulang-ulangnya. Puisi-puisi itu begitu menyentuh, sehingga ia menjadi terkenal di seantero Syiraz.
Hafizh selanjutnya menjadi demikian terpandang sebagai seorang pujangga, dan ia hanya memikirkan kekasihnya itu. Begitu berhasrat ia memenangkan hati sang gadis, ia pun menempuh berbagai upaya. Ia pun melakukan upaya disiplin ruhani yang berat, ia berkhalwat di makam seorang Waliyullah sepanjang malam selama 40 hari. Ia mengikuti sebuah saran, bahwa barangsiapa yang dapat menuntaskan langkah yang berat itu maka hasrat kalbunya akan dikabulkan. Setiap siang ia bekerja di toko roti, dan ketika malam tiba ia pun berkhalwat dan berdzikir sepanjang malam demi cintanya kepada sang gadis. Cintanya demikian kuat, membuatnya mampu menyelesaikan khalwat itu.
Pada fajar di hari ke-40, tiba-tiba muncullah sesosok malaikat di hadapan Hafizh, ia meminta Hafizh untuk mengucapkan apa yang menjadi keinginannya. Hafizh demikian terperangah, ia belum pernah melihat sesosok wujud yang demikian indah dan gemerlapan seperti sang malaikat itu. Dalam keterpukauannya Hafizh berfikir, “Jika utusan-Nya saja begitu indah, pastilah Tuhan jauh lebih indah!”
Sambil menatap cahaya malaikat Tuhan yang berkilauan, lupalah Hafizh menyangkut segala hal tentang sang gadis itu, sirnalah segala keinginanya. Dan, dari lisannya hanya keluar kata-kata: “Aku menginginkan Tuhan!”
Sang malaikat, yakni Jibril as. kemudian mengarahkan Hafizh kepada seorang guru ruhani yang hidup di Syiraz, yaitu Muhammad Aththar, sang pembuat parfum. Jibril as. memerintahkan Hafizh untuk melayani sang guru dengan segala cara, dan keinginanya itu akan terkabul. Hafizh bergegas menemui sang guru, dan mereka memulai bekerja bersama-sama, saat itu juga. Sang pujangga ini adalah seorang penuang Cahaya ke dalam sebuah sendok .
Kata belum sampai benar, Fulan terbangun. Tapi tak ada siapa-siapa di sekitar Fulan. “Hmm…apa maksud semua ini Tuhan,” tanya Fulan dalam hati.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar