(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 28 FEBRUARI 2011)
Pemerintah
Indonesia menekan pengiriman TKI/TKW ke Arab Saudi. Di negara minyak
itu sendiri kabarnya akan terjadi peningkatan angka perceraian. Dengan
tingkat pendapatan dan kesejahteraan ekonomi yang tinggi, warga Arab
Saudi terbiasa dilayani orang lain. Itu jadi kebiasaan dan kultur
mereka.
Manakala rumah tangga di Saudi itu tak memiliki
pembantu di rumahnya,konflik rumah tangga yang melibatkan suami versus
istri diperkirakan meningkat. Ujung-ujungnya, mereka ada yang
menyelesaikan problem rumah tangganya di peradilan agama setempat.
Berumah
tangga itu tampaknya mudah-mudah rumit. Uang banyak belum tentu
jaminan. Tak punya uang jelas, sebuah masalah pula. Ada cerita dikirim
kawan, soal suami istri yang belum punya anak. Ini menjadi perkara berat
rupanya. Perkawinan mereka telah berjalan empat tahun, namun mereka
belum dikaruniai buah hati. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: "kok
belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau
istrinya ya?". Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.
Tanpa
sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke seorang dokter untuk
konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang
istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada
masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam
arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.Melihat hasil
seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un, lalu menyambungnya
dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang
suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan
sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri
menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum
laki-laki.Sang suami berkata kepada sang dokter: "Saya akan panggil
istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan
kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada
masalah apa-apa.Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran.
Akan
tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter
setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya
keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.Sang suami
memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada
wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki
ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca
dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: "… Oooh, kamu –wahai fulan-
yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan
bagimu untuk sembuh.Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami
berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, dan terlihat pada raut
wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu
pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun
pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga,
kerabat dan sanak saudara. Lima tahun berlalu dari peristiwa tersebut
dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik
yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya:
"Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan tahun, saya
tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama
ini semua orang berkata:" betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu
yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia
tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan".
Namun,
sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar
engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki
lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat
anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.Mendengar emosi sang istri yang
memuncak, sang suami berkata: "istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita
mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …". Singkatnya, bagi
sang istri, suaminya malah berceramah dihadapannya.Akhirnya sang istri
berkata: "OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya
satu tahun, tidak lebih".Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi
harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi
keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh
sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal
ginjal.Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri,
dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: "Semua ini
gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang
aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya,
saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya
kan … saya kan …".Sang istri pun bed rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: "Maaf, saya ada tugas
keluar
negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja"."Haah, pergi?".
Kata sang istri."Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari
donatur ginjal, semoga dapat". Kata sang suami.Sehari sebelum operasi,
datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri.
Maka
disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari
sang donatur.Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia
berkata dalam dirinya: "Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia
malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah
operasi".Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan,
suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang
kelelahan.Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang
melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu
ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan
siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia
tersebut.
Dan subhanallah …Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri
melahirkan
anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para
tetangga.Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah
menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari'ah dan telah
bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun
telah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an dan mendapatkan sanad dengan
riwayat Hafs, dari `Ashim.Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas
jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian
yang selama ini ia sembunyikan.
Dan tanpa sengaja, sang istri
mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.Hamper
saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah
tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon
suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang
permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara
telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani
menatap
wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan
mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar