Selasa, 12 Juni 2012

Oleh-oleh dari Pemuda Taiwan

(DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 23 DESEMBER 2010)
Di sebuah kota kecil di Taiwan, ributlah media massa mempublikasi sebuah kisah seorang pemuda bernama A Ceng. Kejadiannya beberapa tahun yang lalu. Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya begitu pendapat cewek-cewek yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah, langsung bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dia dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.
Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman-teman kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewek-cewek jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus.

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul-betul seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting.
Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandungnya. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunya A Ceng. Namun A Ceng adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain.
Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat di rumahnya, A Ceng selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab A Ceng. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.
Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A Ceng mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja. Di negara itu sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali gajinya. Hal ini membuat A Ceng jadi bad temper dan uring-uringan.
Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A Ceng melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A Cerng. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah.
Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A Ceng cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandungnya. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.
Spontan air mata A Ceng menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A Ceng langsung bersujud di samping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan diungkit lagi”.
Setelah sembuh, A Ceng bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A Ceng tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian jurnalis. Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik.
Fulan menangis. Airmatanya bercucuran. Selamat hari ibu. Engkau selalu ada dihatiku, ibuku. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar