Selasa, 12 Juni 2012

Ada Penipu Dekatmu Tuan Pemimpin

(TULISAN INI DIPUBLIKASI HARIAN VOKAL, 26 NOVEMBER 2010)
Fulan bertemu dengan orang yang tuturan katanya sopan lagi santun. Di kantor pemerintahan kota tempatnya. Pemimpin kota itu baru saja dilantik. Jadi banyak orang mendekat dan merapat.
Dia bukan pegawai negeri sipil, tim sukses mungkin. Tapi beberapa waktu lalu, Fulan merasa pernah pula jumpa dengan sosok tersebut di terminal bus. Hmm…lelaki ini sungguh membuat kepala geleng-geleng. Luar biasa penipunya.
Wahai Tuan pemimpin kota! Hati-hatilah engkau. Jangan terpedaya dengan manisnya mulut. Tuan pasti pernah baca cerita seorang pertapa yang bernama Deva Sharma. Dia hidup di sebuah pura yang sunyi dan lengang. Banyak orang mengunjuginya dan menghadiahkannya dengan baju tenunan yang halus, yang kemudian dijualnya sehingga dia menjadi sangat kaya. Pertapa ini tidak mempercayai siapapun.  Siang dan malam dia menaruh dompet khazanahnya dibawah ketiaknya, dan tidak pernah pisah dengannya barang sedetikpun. "Seorang penipu bernama Ashadhbhuti, yang telah merampok uang orang lain, melihat bahwa pertapa menaruh dompet khazanah di awah ketiaknya. Dia berkata kepada dirinya, “bagaimana saya bisa merampok uang orang ini? “ Sulit untuk membuat lubang pada tembok-tembok Pura, atau untuk loncat di atas pintu gerbang yang tinggi? “Jadi apa yang akan saya lakukan adalah menawan hatinya dengan kata-kata manis supaya dia menerima saya sebagai muridnya. Ketika dia sudah yakin dan percaya pada saya, pada satu hari, dia akan jatuh kedalam cengkeraman saya.” Dia menjalankan rencana, Ashadhbhuti menghampiri Deva Sharma, berdiri di depannya dengan rasa hormat yang mendalam. “Om Namaha Shivaya!” Dengan kata-kata ini, dia membungkuk dengan rendah hati di depan Deva Sharma. “Oh, Begawan! saya capek dengan hidup ini! Hidup ini adalah seperti api dirumput, semua kesenangannya tidak kekal seperti awan di musim gugur, hubungan seorang dengan teman-teman, anak-anak, para isteri dan pembantu tidak lebih daripada sebuah mimpi. Itu saya sadari dengan jelas. Sekarang bimbinglah saya supaya saya bisa melewati lautan kehidupan ini,” katanya. Deva Sharma langsung tergugah, namun bertutu dengan baik hati. “Anakku, kamu memang diberkati sehingga kamu bisa datang kepadaku pada usia muda,pasti saya akan beri petunjuk untuk melewati lautan kehidupan ini.” Ketika mendengar itu, Ashadhbhuti bersujud di atas tanah di depan Deva Sharma dan menyentuh kakinya sang pertapa. “Begawan! Mohon terima saya sebagai murid Anda.” “Anakku!” jawab Deva Sharma, “Saya akan terima, tetapi dengan satu syarat bahwa kamu tidak diperkenankan masuk Pura pada malam hari, karena Pertapa dianjurkan untuk tinggal sendirian pada malam hari tanpa teman, dan kita akan tetapkan seperti ini, kamu dan saya.” “Dan jadi," lanjut Deva Sharma, “Setelah mengambil sumpah atas pengesahan sebagai seorang murid melalui upacara, kamu harus tidur di pondok yang terbuat dari jerami di pintu gerbang Pura.” “Saya akan dengan sedia melaksanakan perintah Anda!” kata Ashadhbhuti. Pada saat orang orang sudah tidur, Deva Sharma melantik Ashadhbhuti melalui upacara sesuai adat dan mengangkatnya sebagai muridnya. Ashadhbhuti memijat tangan dan kakinya, melayaninya dan membuatnya bahagia tetapi Dev Sharma tetap tidak melepaskan dompet khazananya barang sedetikpun. Beberapa waktu berjalan, Ashadhbhuti berpikir, 'Dia sama sekali tidak percaya saya! Akankah saya tusuk dia dengan pisau di siang bolong atau meracuninya atau membunuhnya seperti seekor binatang buas?” Tatkala dia sedang berpikir seperti itu, anak seorang pengikut DevaSharma, dari desa dekat sana datang untuk menyampaikan undangan secara pribadi. “Begawan! Hari ini upacara sakral pengalugan benang suci dilaksanakan di rumah kami. Mohon Begawan datang dan sucikan ini dengan kehadiran Begawan.” Deva Sharma dengan senang hati menerima undangan ini dan Ashadbbhuti menemaninya. Di tengah jalan, mereka sampai ke sebuah sungai. Waktu Deva Sharma melihat sungai, dia melipat dompet uangnya di jubahnya. “Ashadbbhuti, jagalah baju ini dengan kewaspadaan seorang yogi, sampai saya kembali". Pada saat Deva Sharma kembali, Ashadhbhuti hilang dengan dompet uang. Dia hanya melihat jubanya, tergeletak di tanah. Dia mencari cari dompetnya dengan gelisah di dalam jubahnya tetapi tidak ketemu juga. Dia mulai berteriak,  “Aduh! Saya dirampok!” Dan dia jatuh pingsan di tanah. Setelah satu menit atau lebih, dia sadar kembali. Dia bangun dan mulai berteriak lagi, “Asadhbhuti, dimana kamu, penipu? Jawab saya!” Usai itu keras, dia pelan-pelan mengikuti jejak kaki Ashadhbhuti. Menjelang sore, dia sampai di sebuah desa. Dia bermalam di sana dan kemudian kembali ke Puranya.
Tertipu dia. Jangan-jangan nasibmu sama wahai Tuan pemimpin! Kena tipu daya. Upss…jangan dulu, konon kabarnya Tuan pemimpin ini dan lelaki bertutur sopan itu seperti pertemuan ular sawah dengan ular bakau. Hmm…entah mana yang lebih licin! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar