(DIPUBLIKASI DI HARIAN PAGI VOKAL)
Jika
Tuan punya waktu senggang, berjalan-jalanlah keliling Kota Pekanbnaru.
Tenggoklah setiap restoran atau tempat jualan makanan. Pasti ramai.
Orang antre begitu panjang.
Sepertinya kultur perut sudah mewabah
dalam kehidupan warga. Orang mementingkan makan dan mengutamakan isi
sumatera tengah. Berbeda dengan toko buku dan pustaka, Tidak seramai di
restoran. Kalau pun ada yang berkunjung ke pustaka, paling mereka
mencari suasana kesejukan. Usai itu tidur.
Karena itu Tuan, tak
heran kalau warga kota ini sudah banyak yang gemuk. Badannya melar.
Tetangga Fulan juga begitu. Seakan-akan tubuhnya tidak mampu lagi
menopang badan raksasanya itu. Setiap hari mereka mengeluhkan dan setiap
sebentar pula mereka melakukan diet. Namun badan tak juga susut
bobotnya.
He…he…he… Fulan jadi segan memberi resep diet yang
mujarab untuk sang tetangga. Tapi tidak untuk pembaca. Ini resepnya
kawan. Ini tentang sebuah peristiwa unik yang terjadi di zaman Khalifah
Harun Al Rasyid. Saat itu beliau sedang bingung mengenai kondisi
badannya yang kian gendut saja atau dalam istilah sekarang kita
menyebutnya obesitas. Saat itu semua tabib dan ahli kesehatan telah
dipanggil oleh sang Khalifah agar dapat menyembuhkan alias memberi obat
supaya berat badannya dapat turun. Namun semua jampi dan saran yang
dianjurkan oleh para ahli itu ternyata nihil belaka. Berat badan dan
bentuk tubuh sang Khalifah tetap saja melar. Suatu hari di tengah-tengah
rasa putus asanya, khalifah memanggil seorang ulama dan menceritakan
masalahnya tersebut. Sang ulama itu mendengarkan dengan seksama
penjelasan sang khalifah dan tak ada sepatah katapun yang meluncur dari
lisannya. Hingga saat khalifah menuntaskan ceritanya, ulama itu hanya
berucap satu kata saja. “Khalifah Ar Rasyid yang mulia, beberapa hari
lagi anda akan mati!”
Demi mendengar ucapan sang ulama’ yang tidak
mungkin berbohong itu, khalifah berhari-hari hanya termenung ketakutan
karena mengetahui kabar bahwa usianya telah dekat untuk dikhatamkan oleh
Izrail. Berhari-hari khalifah tidak begitu selera makan, minum dan
beraktifitas seperti biasanya. Yang ada dalam tempurung benaknya
hanyalah bagaimana dia akan menghadapi ajalnya sebentar lagi. Lambat
laun waktu berganti dan tubuh khalifah terlihat lebih kurus dari
sebelumnya. Itu semua tidak lain karena disebabkan oleh ketakutan
pikirannya akan kematiannya.
Setelah beberapa waktu lamanya, sang
ulama itu menghampiri istana khalifah untuk melihat kondisi pemimpin
rakyat itu. Demi mengetahui kedatangan sang ulama, khalifah merasa
senang sekaligus bercampur takut. Senang karena dia dapat mengungkapkan
segala ketakutannya dan cemas karena usianya kata ulama itu akan segera
habis. Setelah mengucap salam dan dipersilahkan duduk oleh khalifah,
ulama itu bertanya,”Bagaimana keadaan anda wahai Amirul Mukminin?”
“Ya
seperti inilah keadaan saya wahai panutan umat. Setelah anda mengabari
saya bahwa beberapa hari lagi saya akan mati, saya tidak enak makan,
minum dan tidur. Yang ada dalam pikiran saya hanyalah kematian.”
“Jadi obat saya telah manjur, bukan?”
“Maksud Anda?”
“Iya.
Dulu anda sering mengeluhkan berat badan dan bentuk tubuh anda yang
berlebihan. Dan anda tidak pernah berhasil mencari solusinya. Dan
sekarang apa yang anda idam-idamkan telah anda dapatkan, bukan?”
“Astaqfirullah!” Khalifah terkaget dan baru menyadari akan arah pembicaraan sang ulama.
“Jadi
cara menurunkan berat badan Anda adalah dengan Anda memikirkan
kematian. Karena tiada hal yang paling menakutkan anak Adam selain hal
itu.”
Ingat pesan Rasulullah, “Perbanyaklah mengingat penghancur
segala kenikmatan!” Apakah penghancur segala kenikmatan yang dimaksud
sang nabi yang mulia itu. Jawabannya adalah kematian. Dengan mengingat
kematian kita akan dapat menjalani hidup dengan lebih bertanggung jawab.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar