(TULISAN INI DIPUBLIKASI DI HARIAN PAGI VOKAL, 19 APRIL 2011)
Listrik
di kantor Fulan sering padam. Sebentar-sebentar padam, tapi padamnya
tak sebentar. Wah nasib pelanggan di negeri yang kaya. Selalu
dipermainkan lembaga pelayanan publik plat merah.
Emosinya lagi,
tatkala dihubungi nomor operator yang bersangkutan selalu saja terdengar
suara yang mengatakan, “Nomor yang ada tuju sedang sibuk. Mohon tunggu
sebentar.” Tidak sebentar malah ditunggu, nadanya tetap sama. Hmm…kata
kawan, kalau listrik sudah padam, operator jaga sengaja menggantung
ganggang telepon. Entah apa maksudnya Tuan! Takut ditanya atau malah
malas meladeni warga.
Sayang seribu kali sayang, operator di PLN
belum ada yang seperti cerita yang dikutip Tettystak. Ini kisahnya Tuan.
Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telephone di rumah
kami. Inilah telephone masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di
dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah
putaran dan minta disambungkan dengan nomor telephone lain.
Sang operator akan menghubungkan secara manual.
Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa , kalau putaran diputar , sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata :
“Operator ” Dan si operator ini maha tahu.
Ia
tahu semua nomor telephone orang lain. Ia tahu nomor telephone
restaurant, rumah sakit, bahkan nomor telephone toko kue di ujung kota.
Pengalaman
pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun di
rumah dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar-putar kesakitan
dan memasukkan jempol ini ke dalam mulut tatakala saya ingat …operator!
!!
Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
” Di sini operator…”
” Jempol saya kejepit pintu…” kata saya sambil menangis. Kini emotion bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.
” Apakah ibumu ada di rumah?” tanyanya.
” Tidak ada orang”
” Apakah jempolmu berdarah?”
” Tidak, cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali”
” Bisakah kamu membuka lemari es?” tanyanya.
” Bisa, naik di bangku”
” Ambillah sepotong ice dan tempelkan pada jempolmu….”
Sejak
saat itu saya selalu menelephone operator kalau perlu sesuatu. Waktu
tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah
negara. Tanya tentang mathematics. Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang
saya tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau
buah.
Suatu hari, burung peliharaan saya mati. Saya telepon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.
Ia
mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan
yang biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih.
Tapi rasa belasungkawa saya terlalu besar.Saya tanya: “Kenapa burung
yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak
bergerak di kandangnya?”
Ia berkata pelan: “Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain….”
Kata-kata ini – ngga tahu bagaimana – menenangkan saya. Lain kali saya telephone dia lagi.
“Di sini operator”
“Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?”
Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun.
Kami sekeluarga kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan “Di sini operator”
Saya
tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil selalu
saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian dan
mau meladeni anak kecil.
Beberapa tahun kemudian, saat
jadi mahasiswa, saya study trip ke kota asal. Segera sesudah saya tiba,
saya menelpon kantor telephone dan minta bagian “operator”
“Di sini operator” Suara yang sama.
Ramah tamah yang sama.
Saya tanya: “Bisa ngga eja kata kukuruyuk”
Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan: “Jempolmu yang kejepit pintu sudah sembuh kan?”
Saya tertawa. “Itu Anda… Wah waktu berlalu begitu cepat ya.”
Saya
terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan
waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serious: “Saya
yang menikmati pembicaraan dengan mu. Saya selalu menunggu nunggu kau
menelpon”
Saya ceritakan bahwa, ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi.
“Tentu, nama saya Saly”
Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telephone operator.
Suara yang sangat beda dan asing.
Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
Suara itu bertanya “Apa Anda temannya?”
“Ya teman sangat lama.”
“Maaf
untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh
waktu karena sakit sakitan, dan dia meninggal lima minggu yang lalu….”
Sebelum saya meletakkan telephone, tiba tiba suara itu bertanya:
“Maaf, apakah Anda bernama Paul?”
“Ya”
“Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong kertas, sebentar ya….”
Ia kemudian membacakan pesan Saly:
“Bilang pada Paul, bahwa IA SEKARANG MENYANYI DI DUNIA LAIN… Paul akan mengerti kata kata ini….”
Saya meletakkan gagang telephone.
Saya tahu apa yang Saly maksudkan.
“Selamat
bernyanyi di dunia lain, Sally, sahabatku, operator telephone yang
bagiku tidak ada duanya di dunia ini”, ucap saya dalam hati.
Hati Fulan terharu dengan rasa paling mendalam.Tuhan bersamamu kawan! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar