on Tuesday, March 16, 2010 at 7:13pm ·
Tersebutlah empat manusia berpura-pura jadi penyuluh Badan Narkotika Provinsi Riau di Rohul. Dua lelaki dan dua perempuan. Mereka datang dengan kemasan sebagai tenaga penggugah kesadaran anak didik bahaya zat haram.
Rupa-rupanya mereka adalah serigala. Serigala berbulu domba. Sekelompok kawanan cucu adam yang hatinya jahat namun berpura-pura baik. Kumpulan orang yang berbahaya karena selalu mempunyai niat jelek.
Mereka kira anak didik di daerah seribu suluk itu mudah ditipu layaknya gerombolan domba yang tersesat. Kali ini malah mereka yang tertangkap. Mereka diseret lantaran menjadi penyuluh gadungan. Penyuluhan hanya pintu masuk untuk mendapatkan uang. Uang belum di tangan, diri sudah digiring masuk penjara.
Kisah di atas terasa agak mirip jua dengan kisah empat ekor serigala. Konon ceritanya, di sebuah negeri kambing, diadakan pemilihan pemimpin. Tahapan pemilihan sudah mulai dilaksanakan, namun sayang hingga menjelang masa pendaftaran kandidat akan berakhir, hanya baru ada satu pasangan yang mendaftar. Gawat juga kalau satu pasangan yang maju. Demokrasi macam apa itu.
Selidik punya selidik, rupanya banyak kambing malas jadi pemimpin karena tanggung jawabnya besar. Modalnya tak hanya berani, melainkan juga harus punya kejujuran, niat baik, kerja keras, dan keahlian. Lantas siapa lagi yang berani mencalonkan diri? Nun jauh dari negeri kambing, ada empat ekor serigala mendengar kabar pemilihan itu. Tatkala kabar didengar, ingatan serigala melayang pada peribahasa, “Serigala berbulu kambing.” Mereka pun mulai mengatur siasat dan bekerja keras mati-matian berjuang menculik empat kambing menjelang subuh, mengambil bulu-bulunya dan berusaha merancang pakaian kambing. Berhari-hari mereka pelajari hal-ihwal perkambingan, sosio-kulturalnya, tingkah laku, kebiasaan, bahasa, politik, jenis-jenis rumput, olah vokal dan sebagainya. Mereka mulai menyamar. Setelah mereka rasa cukup, berangkatlah keempat serigala itu ke negeri kambing.
Sesampainya di sana, keempat serigala itu langsung bergiliran mengajukan diri jadi kandidat. Dengan memendam niat busuk, mereka mulai melakukan mobilisasi massa, mempengaruhi dan obral janji penuh dusta. Berhari-hari mereka bahu-membahu mendekati rakyat kambing. Keempat serigala itu rela berpuasa tak makan daging, demi kepentingan politik.
Singkat cerita, tibalah hari pemilihan. Nasib baik berpihak pada serigala. Satu pasangan serigala terpilih. Setelah mereka menjabat di negeri kambing, mereka mulai melaksanakan niat busuknya. Diam-diam satu per satu mereka terkam kambing, hampir setiap hari. Mereka melakukannya dengan santai, tanpa dicurigai. Siasat yang berhasil. Mereka juga menimbun daging kambing di suatu tempat di luar daerah. Setiap menjelang subuh, keempat serigala itu menyembunyikan daging sisa di semak-semak. Sampai suatu ketika, keempat serigala yang menyamar jadi kambing itu kepergok kawanan serigala yang lain. Ketika mereka tengah istirahat kekenyangan, keempat serigala yang lupa membuka pakaian kambingnya itu diterkam ramai-ramai.
Tapi apa daya menghadapi gerombolan kawan-kawannya yang sangat lapar. Keempat serigala yang berpakaian kambing itu akhirnya mati dicabik-cabik kawan-kawanya sendiri. Mereka hancur dimakan, habis dilahap.
Di tengah hiruk pikuk cerita fabel itu, di sebuah diskusi muncul sebuah gagasan, bagaimana pula jadinya kalau kambing terinspirasi oleh taktik serigala, yaitu kambing berbulu serigala. Kambing berpikir dengan mengenakan baju serigala, serigala tidak akan melihatnya sebagai santapan. Dengan demikian, keselamatannya akan terjamin.
Menarik bukan! Lalu sekarang siapa yang serigala dan siapa pula yang kambing? Itu bisa-bisa saja terjadi dalam kondisi hidup yang penuh penyamaran ini. Betulkan wahai ratu di istana hati! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar