Rabu, 30 Mei 2012

Cerita Duka di RS Plat Merah

on Monday, March 8, 2010 at 7:42pm ·
(tulisan ini disebarluaskan olah Harian Vokal n riauhariini.com)

Orang miskin akan bertambah sakit manakala dibawa berobat ke RSUD. Rumah sakit plat merah sudah tersohor sebagai tempat berobat yang tidak nyaman. Perawatnya tidak murah senyum dan kasar pula. Mereka bekerja asal-asalan.
Bukankah begitu yang dirasakan pasien yang berobat di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru. Pengalaman miris juga dirasakan warga Dumai di RSUD Dumai. Sejumlah RSUD di Riau juga menorehkan pengalaman miris. Begitulah adanya dunia medis negeri ini.
Jadi tak heran, makin miskin Tuan dan Puan, makin berantakan pelayanan diterima. Makin tak punya uang Anda, kian tak enak hati dibuat tenaga berpakaian putih-putih itu. Sakit belum diobati, hati sudah luka. Berdarah-darah perasaan dibikinnya.
Sekali pun kartu miskin untuk jaminan kesehatan dari Presiden, tetap saja diabaikan. Karena tenaga medis sudah dirasuki paham komersilisasi kesehatan. Kata seorang penulis, Eko Prasetyo, kesehatan memang mahal. Ongkos obat dan rumah sakit membumbung tanpa kontrol. Adanya penyakit membuat banyak pihak mendapat untung. Sudah biayanya mahal, setiap kesalahan medis sangat sulit untuk diadili. Mahalnya ongkos masih juga diperuncing oleh beredarnya obat palsu.
Soal kesehatan yang tak beres membuat bangsa ini rutin dikunjung wabah. Dari demam berdarah, malaria, TBC, bahkan hingga AIDS. Toh, penyakit ternyata jadi alat pelindung bagi para koruptor. Tiap sidang akan digelar, dengan cepat mereka sodorkan surat dokter ke para hakim. Surat dokter bagi para koruptor, nilainya seperti surat pengampunan.
Orang miskin-lah yang jadi korban dari sistem kesehatan yang diktator. Lantaran itu orang miskin berpantaslah meluapkan kemarahan akan sistem kesehatan yang tak adil dan diskriminatif.
Pemerintah dan DPR diharapkan bisa mengubah paradigma agar lebih menjamin pemenuhan hak atas kesehatan bagi semua orang termasuk rakyat miskin. Yang terpenting, pemerintah menghapus segala ketentuan privatisasi pelayanan kesehatan, kriminalisasi rakyat miskin, dan penolakan pasien miskin. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar