Rabu, 30 Mei 2012

Demikian Saktinya Dukun Periklanan

on Monday, January 18, 2010 at 4:36pm ·

SEBERAPALAH canggihnya zaman dan bergemanya kegiatan agama, namanya kecendrungan sebagian orang pada perdukunan tetap ada. Selagi ada siang dan malam, sepanjang itulah orang percaya pada dunia klenik. Selagi rumah atau bangunan yang tinggal akan dihuni jin dan setan, dunia dukun akan tetap mendapat tempat. Selagi asap kemenyan itu menggepul, sepanjang itulah sifat kebatinan anak manusia tumbuh dan berkembang.
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dijuluki sebagai Serambi Mekah. Pusat kegiatan keagamaan Islam. Namun di sana, tidak sedikit juga orang berdukun. Malah dukun makan dukun. Dukun ditipu dukun palsu. Itulah dunia mereka. Tak jelas karena memang tak kasat mata. Kejadian dukun uang palsu adalah bukti betapa ada sebagian orang keranjingan mengetahui rahasia di balik kekuatan gaib.
Sebuah buku setebal 185 halaman berjudul Dukun Hitam Dukun Putih; Menguak Rahasia Kehebatan Sekutu Setan terbit Mei 2006. Penulisnya adalah Abu Umar Abdillah yang rupanya sudah punya cukup pengetahuan tentang dunia perdukunan di Indonesia. Kupasannya lugas, tidak tedheng aling-aling. Saking lugasnya Abu Umar, sampai memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap paham kejawen dan ''kiai'' yang dalam pengajiannya suka menjual azimat
Sebagaimana juga dikupas Ahmad Tohari, sebenarnya isu yang diangkat oleh Abu Umar merupakan ''cerita lama''. Pada abad ke-19 isu semacam sudah muncul menjadi bagian perbenturan antara Kaum Tua dan Kaum Muda di Sumatra Barat. Kaum Tua yang tradisional lekat dengan adat dan budaya lokal, serta banyak yang masih memelihara keris, diusahakan di-Islam-kan kembali oleh Kaum Muda yang dipimpin oleh mereka yang sudah berhaji ke Makkah. Dan, karena penjajah Belanda ikut menangguk ikan di air keruh, maka perselisihan antara Kaum Tua dan Kaum Muda benar-benar menjadi pertumpahan darah.
Malah yang jadi pasien para dukun sekarang bukan hanya orang biasa. Ada di antara para pasien itu adalah orang-orang kaya, pejabat sipil maupun militer, artis, politikus, dan para pelaku bisnis. Juga tidak sedikit kaum intelektual yang diam-diam menjadi pasien para dukun yang sebutannya adalah paranormal, penasihat spriritual, orang tua, kesepuhan, dsb. Melihat kenyataan ini, barangkali benar kata orang bahwa perdukunan adalah bagian tak terpisahkan dari budaya bangsa ini.
Perdukunan baru sihirnya amat dahsyat. Dia lebih mampu membius dan membalikkan mata hampir seluruh manusia zaman sekarang, mungkin termasuk mereka yang merasa bisa membebaskan diri dari pengaruh dukun hitam maupun putih. Apa itu? Periklanan barang-barang konsumsi di dalam maupun di luar media massa!
Dukun, menurut Abu Umar, adalah nabinya setan, yang bertampang tua dan seram. Sedangkan iklan barang konsumsi adalah nabinya berhala kelontong. Berhala ini datang dalam wajah bintang-bintang film gagah dan cantik. Orang gagah dan cantik itu menawarkan segala macam barang konsumsi dengan cara cerdas dan sangat menggoda.
Kalau dukun menyihir orang agar mau menyembah selain Allah, maka iklan konsumsi amat pandai menyihir orang untuk menyembah kenikmatan benda maupun sensasi konsumtif. Bila dukun menyuruh orang percaya akan kesaktian jimat dan mantra-mantra, maka iklan memengaruhi orang bahwa barang konsumsi dan mitos-mitos kosong yang menyertainya akan membahagiakan mereka.
Demikian sakti dukun periklanan maka hingga kini belum terlihat semacam perlawanan terhadap mereka. Padahal semua iklan melulu berorientasi pada sukses penjualan dan mengabaikan aspek-aspek lain seperti pendidikan, bahkan HAM. Contohnya, iklan pemutih kulit. Iklan itu membangun mimpi melalui mitos bahwa perempuan cantik adalah perempuan yang berkulit putih (plus rambut lurus). Dalam hal ini perempuan Cina atau Melayu mungkin tinggal ikut dan menikmati tipuan mitos kosong itu. Tapi bagaimana dengan perempuan Maluku atau Irian dengan membanjirnya iklan rasialis ini? Iklan pemutih kulit baru satu di antara ratusan iklan yang secara bersama-sama membentuk barisan dukun baru yang luar biasa kekuatan sihirnya.
Sihir itu, misalnya, telah terbukti sukses menjadikan banyak mahasiswa lebih memilih pulsa daripada buku. Ibu-ibu di kampung mengurangi belanja makan agar bisa beli sampo atau pil pelangsing. Bapak-bapak yang berpenghasilan pas-pasan makin giat beli rokok meskipun gizi anaknya belum baik. Di kalangan atas, angka penjualan mobil terus naik (sebagian besar dibeli para pejabat) dan hal ini pasti atas nasihat sang dukun iklan melalui mantra yang dibuat para copy writer dan disajikan oleh bintang cantik dan ganteng. Dan ketika kerja para dukun iklan sudah sukses membuat kita menjadi penyembah barang konsumsi, mungkinkah korupsi diberantas? ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar