Rabu, 30 Mei 2012

Dinasti Politik di Dua Kabupaten

on Sunday, February 14, 2010 at 4:22pm ·
(Tulisan ini disebarluaskan oleh Harian Vokal dan riauhariini.com)

Tersebut sudah Sulaiman Zakaria sebagai putra mahkota di Kabupaten Bengkalis. Sosok yang didukung dan dielu-elukan bupati Syamsurizal. Sulaiman diharapkan meneruskan tahta kekuasaan sang bupati yang sudang usang karena pembatasan periode.
Manakala tidak ada batas limit periode jabatan, ceritanya tentu agak lain. Syamsurizal akan berpikir 1001 kali untuk menyerahkan tampuk kekuasaan pada Sekdakab daerah Negeri Junjungan itu. Konon kata orang, jadi orang nomor satu di Bengkalis lain pula nikmatnya. Negeri kaya dan berlimpah uang. Semuanya serba menyenangkan.
Sedang-sedang populernya kata mahkota, muncul pula putra mahkota lain. Kali ini mencuat pula di Kabupaten Siak. Syamsuar, Pj. Bupati Meranti menjadi putra mahkota Arwin AS. Bupati Siak ini mendukung terang-terangan Syamsuar sebagai penerusnya. Itu benar harapan Arwin.
Sepertinya kecenderungan dinasti politik menguat kembalidan kian berbiak bak cendawan di musim hujan. Bila di pusat, dinasti politik diartikan menempatkan anak-anak dan keluarga pada posisi strategis di partai, di daerah menempatkan orang-orang yang dianggap loyal dan bisa mengamanan kepentingan sang pejabat yang akan mangkat.
Terkesan sikap mental aji mumpung oleh dua petinggi daerah ini. Mumpung tahta masih di tangan, pengaruh dipergunakan sedemikian rupa. Seorang kawan pernah mengatakan, kekuasaan dalam negara modern merupakan manifestasi dari kekuasaan rakyat, sejatinya merupakan amanat rakyat kepada pemegang kekuasaan negara untuk dilaksanakan sesuai tujuan kehidupan bernegara. Karena itu, manipulasi pelaksanaan kekuasaan secara moral dan hukum merupakan korupsi kekuasaan. Entitas korupsi politik terjalin bersemayam dengan praktik pelaksanaan kekuasaan.
Di Amerika Serikat tren dinasti politik juga terjadi, klan politik John F Kennedy adalah contohnya. Begitu juga klan politik Mahatma Gandhi di India. Yang mesti dingat, kelatahan dinasti politik, bisa jadi bumerang yang merusak nama baik seseorang.
Efek negatif dari dinasti politik yang paling sering didengar adalah nepotisme dimana hubungan keluarga membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan masih keluarga.
Lantas pertanyaan, apakah dua bupati yang memberi dukungan kepada sosok dengan sebutan putra mahkota itu, ada kompensasi nepotisme? He he he…entahlah Buyuang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar