Rabu, 30 Mei 2012

Luapan Rasa Bersalah Palsu

on Thursday, February 11, 2010 at 6:10pm ·
(tulisan ini disebarluaskan oleh Harian Vokal dan riauhariini.com)

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Asral Rachman sudah masuk penjara. Ia diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Asral, ada pula dua tersangka lain. Mereka Syuhada Tasman dan Baharuddin Husin, yang juga mantan Kadihut Riau. Bila dilebarkan sedikit lagi cakupan ranahnya, terdapat pula nama Bupati Siak, Arwin AS.
Terkait dengan nama yang terakhir ini, ada fenomena yang menarik. Ketika digeledah ruang kerjanya, Arwin tampak pucat pasi. Aura kepanikan terpancar di wajah. Maklum KPK yang mengincar. Untuk menghilangkan rasa, merokok jua Arwin dibuatnya. Asap rokok menggepul dari mulut pencinta musik The Beatles.
Sehari usai itu rumahnya di Pekanbaru jadi sasaran KPK pula. Surat Keputusan Pengangkatan diri sebagai Bupati Siak disita komisi tersebut. Bertambah paniklah dirinya. Berselang beberapa waktu, ditetapkanlah Arwin sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman di Kabupaten Siak.
Semalang-malang nasib, bupati ini masih mujur. Ia tidak dijebloskan ke penjara. Tokoh yang rambutnya mulai ubanan ini tidak-di-hotelprodeo-kan. Masih dikasih kesempatan menghirup udara bebas.
Sepanjang interval waktu jelang Asral Rachman diciduk, bahasa Arwin terdengar sangat agamis. Di suatu waktu, ia rapat dengan jajaran pembantunya. Rapat sudah ditutup, namun mendadak sang bupati minta waktu sejenak. Disampaikanlah soal pentingnya salat berjamaah. Jangan biarkan rumah Tuhan kosong. Ia melihat, kepala dinas jarang salat di masjid.
Suatu ketika pula, tatkala peresmian Pos Yandu Mutiara Bunda Keluarahan kampung Dalam, Arwin juga meminta maaf kepada warga. Sebagai manusia, ia merasa tak bisa memenuhi semua keinginan seluruh kalangan. Sungguh terdengar sejuk, nyaman, dan berenergi bahasa bupati yang satu ini. Bersahabat dan rendah diri.
Tapi entah kenapa pula, ingatan melayang pada sebuah bacaan. Ini kutipannya; rasa bersalah tak selalu mendorong orang bertaubat. Ada rasa bersalah sejati, ada juga yang palsu. Rasa bersalah sejati adalah duka cita menurut kehendak Sang Pencipta. Datangnya dari teguran Sang Khalik.
Tidaklah demikian dengan rasa bersalah palsu; dukacita yang dari dunia. Di sini sang pelaku meratapi akibat dosanya, bukan dosa itu sendiri. Pelaku bersedih karena perbuatannya ketahuan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar