Rabu, 30 Mei 2012

Lain Nasib Bupati Arwin, Lain Pula Kisah Pencuri Sandal

on Tuesday, January 5, 2010 at 5:29pm ·

Ketika membaca berita Bupati Siak, Arwin AS dilaporkan ke Polda Riau, serta merta ingatan melayang akan kisah pencuri sandal di Jawa Tengah. Tragis benar nasib pria bernama Teguh Santoso itu. Gara-gara mencuri sandal, ia tewas dihakimi massa.
Berapalah harga sepasang sandal, tapi harga itu dianggap sepadan dengan harga nyawa pemuda 24 tahun tersebut. Itulah peradilan massa. Sebuah penghukuman yang tak kenal belas kasihan. Sebuah pembalasan tindakan kejahatan yang tidak memandang tingkat kesalahan.
Terenyuh hati dibuatnya. Tapi apa daya, itulah kehidupan di negeri ini. Lebih nelangsa lagi, tatkala menyimak berita Bupati Arwin. Orang nomor satu di Kabupaten Siak itu sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Arwin disangka sebagai koruptor kasus dugaan suap (gratifikasi) dalam penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) kepada sejumlah perusahaan di Siak. Arwin baru diperiksa. Ruangan kerjanya digeledah. Rumahnya yang ada di Pekanbaru juga diutak-atik petugas KPK.
Itulah kisah dua anak manusia dengan beda strata sosial. Jika wong cilik yang tersangkut tindakan kriminal, alamat massa turun menghakimi. Jika pejabat tersandung kasus hukum, orang banyak takut untuk bertindak. Entah kenapa begitu psikologisnya. Kalau dipikir-pikir, orang awam tidak adil juga rupanya. Giliran lembah tak berbatu dan ijuk tak bersaga, bersilantas angan saja orang banyak. Giliran orang berpengaruh, ciut nyali dibuatnya.
Sebagai warga negara yang mengharapkan hukum sebagai panglima, tentu proses hukum terhadap Arwin dilaksanakan sebagaimana mestinya. Jangan ada kesan, ditunda-tunda. Apalagi bupati ini sudah berstatus tersangka. Pertanyaannya, kapan ia dimasukan penjara layaknya tersangka lain seperti dilalukan KPK kepada tersangka lainnya. Jangan lukai rasa keadilan masyarakat.
Jika alat sensor yang sangat sensitif untuk mendeteksi keadilan adalah hati nurani, tentu hati nurani orang banyak merasakan kejanggalan. Jika penegak hukum tidak mau menggunakan hati nuraninya, sesungguhnya ia telah melakukan pembangkangan terhadap Sang Pencipta. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar