Rabu, 30 Mei 2012

Makelar Politik di Kedai Kopi

on Sunday, November 1, 2009 at 9:05am ·

Setiap ada pemilihan kepala daerah, setiap itu pula ada orang yang mencari hidup. Ada orang yang menjadikan perhelatan demokrasi untuk mendapatkan uang. Mereka hidup dari petarungan politik. Itulah makelar. Broker politik.
Bila Tuan dan Puan, ada di tanah Riau, makelar biasanya bergentayang di kedai kopi. Di sinilah siasat dan strategi penjualan info politik dilakukan pada kandidat. Di sinilah rencana dibuat. Dari tempat melepas dahaga itulah bagaimana gagasan bisa dijadikan uang.
Tatkala mereka bicara, rasa mau selesai segala persoalan daerah ini. Jangankan perkara daerah, dilematika nasional dan dunia saja seolah-olah putus mereka omongkan. Namanya juga makelar, lunak gigi dari pada lidah. Pada suatu waktu, gaya bahasa mereka berapi-api. Lain waktu pula, mereka bicaranya lemah lembut. Manakala tiba saatnya, mereka jadi penjilat. Mereka pendusta. Mereka suka merekayasa.
Tujuannya hanya satu, yaitu dapat uang transaksi jual beli piranti-piranti kekuasaan. Tak ada maksud lainnya mereka kejar selain mendapatkan imbalan. Tak ada imbalan, tak ada dukungan. Tak ada kontribusi, akan berujung caci-maki. Petarung di pesta demokrasi itu, akan mereka jelek-jelekan. Parah benar tabiat makelar politik di daerah ini.
Tuan Percaya! Puan mafhum. Jika tak yakin, luangkan lah waktu barang sejenak untuk mendatangi kedai kopi. Duduklah di sana. Sebagian besar orang di sana, ceritanya atak lepas perkara politik dan tetek bengek dukung-mendukung.
Bilamana terdengar ada suara pro terhadap seorang kandidat, bisa dipastikan orang yang bicara itu sukses memerankan praktik makelar. Atau setidak-tidaknya sudah ada gambaran. Tapi Tuan, di sudut kedai akan terdengar pula sayup-sayup sampai orang bicara. Selentingan tertangkap pula, kalau yang orang bicara soal politik itu tak adalah sosok oportunis. Mau mendukung orang kalau dibayar. Mau bekerja untuk seseorang politisi kalau dibayar.
Inilah makelar politik di daerah kita Tuan dan Puan! Mereka mempertemukan orang yang berkepentingan soal kekuasaan. Namun data mereka tak valid. Yang akurat bagi mereka adalah soal angka-angka yang bakal mereka raup. Mereka hanya berlagak saja yang pandai. Namun data mereka kosong melompong. **
suatu masa ketika minum kopi saat dialektika berlangsung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar