Rabu, 30 Mei 2012

Mencuri di Rumah Tuhan

on Sunday, November 29, 2009 at 9:19am ·

Berani sekali orang itu melakukannya. Masa mencuri di rumah Tuhan! Manusia saja marah jika rumahnya dimasuki pencuri, bagaimana Tuhan?
Kalimat itu bergema ketika seorang istri lagi mencuci daging qurban yang baru saja didapatnya dari masjid di halaman rumahnya. Itu suara suaminya yang lagi ngomel-ngomel. Sepulang dari tempat pembantaian hewan qurban, lelaki itu langsung berkicau layaknya burung murai di pagi hari.
Katanya, pengurus masjid dekat rumahnya seorang pencuri. Daging qurban ditilep. Tulang diembat. Semuanya diamankan untuk kepentingan pribadi. Segala yang ada di rumah Tuhan itu diambilnya secara illegal.
Sahut-menyahut suami istri itu membicarakan perangai buruk pengelola rumah Allah. Belum lagi selesai suaminya bicaranya, disambungnya pula.
“Berarti pengurus masjid itu sosok yang mendustai agama?” tanya istrinya. “Tepat sekali,” kata suaminya. Orang yang mengabaikan fakir miskin. Tipikal manusia yang mengambil hak orang yang tak berdaya secara ekonomi. Daging qurban seyogianya untuk kaum papa, ee…malah dicurinya. Benar-benar penjaga rumah Tuhan yang melawan Sang Pencipta.
Penggalan dialog itu benar adanya. Dengan demikian benar pula kisahnya. Kabar pengurus mencuri di rumah Tuhan, bukan hal baru. Itu hal usang yang berulang terus-menerus. Banyak orang yang sepertinya mengabdikan dirinya di jalan kebaikan, tapi sebenarnya ia malah musuh Tuhan. Tak sedikit orang yang tampaknya berjubah agama, tetapi ia malah penjual ayat Tuhan. Hebatnya ayat Tuhan dijual murah.
Ini barangkali kisah serigala berbulu domba. Musang berbulu ayam. Lahirnya ia menipu manusia dan Tuhan, tetapi hakikatnya ia menipu diri sendiri. Proyek pembangunan masjid dijadikan mata pencarian. Besi yang seharusnya ukuran 10 dijadikan 7. Perbandingan semen semestinya proposional, malah dikurangkan. Bagaimana masjid tak akan roboh dengan sedikit saja goyangan gempa.
Masjid yang dibangun generasi sebelum-sebelumnya tahan lama. Masjid yang dibangun orang sekarang, sekarat. Belum apa-apa, sudah lapuk. Konon katanya, orang dahulu membangun masjid dengan iman. Orang sekarang membangun masjid dengan uang. Uang yangvtelah juntrungnya. Sudahlah begitu dikorup pula.
Benar-benar berani pengurus masjid sekarang. Mereka korupsi di masjid. Rumah Tuhan dijadikan medan tipu daya. Agama diperkosa untuk memuaskan nafsunya. Lantas dimana letak nuraninya yang setiap saat mengucapkan ayat-ayat suci? Apakah tak lagi bergetar hatinya? Manakala tidak, lantas sepantasnya kita menjadi pengikut mereka. Mendatangi masjid yang dibangun dari aksi dan motif yang tak jelas?
Kalau tak pantas, lantas dimana kita harus salat lagi? Apakah gara-gara seekor tikus, rumah Tuhan kita tinggalkan. Atau kita bersepakat saja menangkap tikus itu dan kemudian kita dibuang lembah hitam?
Inilah potret umat! Inilah wajah penganut agama. Orang yang dekat dengan simbol agama, justru sepertinya tak beragama. Mungkin derajat mereka sama dengan tikus yang tinggal di masjid…*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar