Rabu, 30 Mei 2012

PKS dan Sang Kaisar dari Cina

on Sunday, February 28, 2010 at 4:39pm ·
(tulisan ini disebarluaskan harian Vokal dan riauhariini.com)

Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis hasil rasionalisasi belum jua dilantik. Sementara wakil rakyat di kabupaten pemekaran daerah (Meranti) sudah duduk senang di kursi empuk kantor legislatif.
Alih-alih pelantikan, tersebutlah keberadaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai momok menakutkan bagi Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Jika dilantik, alamat duduklah secepatnya kader PKS sebagai ketua dewan. Manakala itu terjadi, kata Ketua Kebijakan Publik DPD PKS Kabupaten Bengkalis, Syamsul Gusri, jamak sudah ketakutan Pemkab. Selama ini kan PKS yang kritis dan bersuara lantang pada kebijakan pemerintah. Lantaran itulah diulur-ulur pelantikan wakil rakyat terhormat tersebut.
Entah iya entah tidak? Tetapi pengamat politik Universitas Nasional Alfan Alfian mengatakan, PKS dikenal sebagai partai yang kompromistik. Pernyataan kritis kader-kadernya terhadap pemerintah hanya tampilan luar partai dakwah tersebut.
Itulah PKS. Sebuah partai yang suara kadernya bila bicara bergema. Berpantul. Sambung-menyambung. Bisa membuat merah kuping yang dikritik. Tapi merah telinga hanya bersifat sementara. Lazimnya orang tersinggung, ada cara untuk merangkul penyinggung. Biasanya terbujuk. Boleh jadi ini yang disorot orang sekarang terhadap partai yang berkiblat pada organisasi Ikhwanul Muslimin.
Pada tataran tertentu, PKS begitu aspiratif dan mendengarkan suara rakyat. Tetapi terkadang setelah berada di lingkaran kekuasaan, sepertinya aspirasi hilang begitu saja. Mendengarkan. Menyampaikan dan lalu entah dimana muaranya. Melihat formula politik PKS, ada sebuah kisah. Seorang Kaisar Cina tidak pernah mendengar keluhan dan penderitaan rakyatnya. Suatu ketika tiba-tiba ia hilang pendengarannya. Tatkala tuli, Kaisar sadar. Ia mendapat balasan atas kezalimannya dan tindakannya yang tidak pernah mendengar jeritan rakyatnya. Sadar oleh tindakannya yang tidak terpuji itu ia kemudian memberikan maklumat agar rakyat yang tertindas mengenakan pakaian tertentu atau tanda tertentu. Ketika sang Kaisar berkeliling dan melihat tanda atau pakaian itu ia pun berusahan menyelesaikan masalah yang diderita rakyatnya itu.
Atas upaya taubatnya, ia bisa mendapatkan pendengarannya kembali.
Seiring dengan itu, Imam al-Ghazali pernah berwasiat, jika seorang penguasa muslim justru berbuat zalim jauh lebih buruk derajatnya sebab mereka mempunyai pedoman berupa Alquran dan Sunnah. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar