Rabu, 30 Mei 2012

Seorang Nabi Bakar Desa Semut

on Wednesday, January 13, 2010 at 4:53pm ·

TERSEBUTLAH sebuah kisah yang disampaikan Rasullullah SAW. Seorang nabi Allah singgah di bawah pohon. Sepertinya dia berteduh dari panas matahari. Utusan Tuhan itu ingin beristirahat dari lelahnya perjalanan. Di dekat dia berteduh terdapat sebuah desa semut. Mungkin singgahnya nabi ini bersama teman-temannya, menganggu koloni semut. Biasanya semut melawan orang yang mengganggu dan merusak ketenangannya. Seekor semut datang dan menggigit nabi itu.
Seorang nabi adalah manusia. Dia pun marah seperti mereka. Kadang-kadang dia melakukan tindakan spontan yang membuatnya menyesal setelah itu dan dia disalahkan karenanya. Di antaranya adalah tindakan nabi ini. Dia marah kepada seekor semut beserta teman-temannya. Dia bertekad menghukum seluruh desa semut. Dia memerintahkan pengikutnya agar menjauhkan barangnya dari bawah pohon itu, kemudian dia menyulut api di desa semut. Maka semut-semut yang sedang berjalan-jalan di desanya dan di sekelilingnya terbakar dan panas api itu sampai kepada semut-semut yang berada di lubangnya di dalam tanah.
Keadilan menuntut orang yang tidak bersalah, tidak boleh dihukum karena kesalahan orang lain. Yang menggigit nabi ini hanyalah seekor semut. Jika memang mesti dihukum, semestinya yang dihukum hanyalah semut tersebut bukan yang lain.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan, kita berhak melawan orang atau hewan yang menyerang kita, walaupun hewan itu adalah hewan jinak. Semut ini menyerang dan menggigit. Jika orang yang digigitnya menghukumnya, dia tidak disalahkan. Adapun menghukum semua semut yang ada di desa itu dan membakar mereka dengan api, ini bukanlah suatu keadilan.
Semut adalah umat ciptaan Allah. Mereka bertasbih dan mensucikan Allah seperti hewan-hewan yang lain. Manusia tidak boleh menyerangnya, kecuali jika mereka menyakitinya. Oleh karena itu, Allah menyalahkan nabi itu dan mencelanya karena dia menghukum melampaui batas. Dia menghukum semut yang tidak bersalah karena kesalahan seekor semut. Dia membunuh umat yang bertasbih kepada Allah. Dan Allah telah berfirman kepadanya untuk menegurnya, "Mengapa tidak hanya satu semut saja? Hanya karena kamu digigit oleh seekor semut, kamu membinaskan umat yang bertasbih kepada Allah."
Orang yang terdidik untuk merasa bersalah jika membunuh seekor semut, dia tidak mungkin setelah itu membunuh manusia tanpa salah dan tanpa alasan yang benar. Dia akan menjadi contoh mulia yang menjaga nyawa hamba-hamba Allah sebagaimana dia menjaga tanaman dan hewan.
Usai membaca cerita ini, serta-merta saya teringat dengan berita penebasan leher seorang anak manusia di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Usai ditebas, dibelah dua. Padahal perkaranya, hanya menuduh dan ditampar. Apakah pembunuhan itu suatu pembalasan yang setimpal? Entahlah. Tapi yang jelas semuanya dimulai dengan hal yang dilarang. Mereka sama-sama minum minuman beralkohol. Setelah itu baru terjadi nestapa itu.
Bukankah minuman memabukkan itu memungkinkan orang melakukan yang paling ditakuti sekalipun. Seperti kisah seorang pemuda suci yang disungguhkan tiga pilihan. Pertama bersetubuh dengan seorang gadis, kedua membunuh seorang bayi, dan terakhir meminum minuman keras. Apapun yang dipilih, tetap alamat berdosa. Karena pemuda tidak punya pilihan, ia mengambil opsi minuman keras karena ia beranggapan dosanya bisa diampuni.
Tapi apa yang terjadi. Usai minum, mabuk datang, kedua pilihan lainnya dilakukan. Ia melakukan tiga dosa karena dimulai dari minuman keras. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar