Rabu, 30 Mei 2012

Walikota Itu Datang, Jamaah Bubar.....

on Saturday, December 26, 2009 at 10:59am ·

Sepulang dari menunaikan salat Jumat di Masjid Nurul Falah, Kota Dumai, saya langsung teringat dengan pituah cendikiawan Muslim asal Mesir, Sheikh Mohammad Abduh. Pemikir tersohor itu pernah mengatakan, “Laknat Tuhan lah politik. Kalau politik sudah masuk pada ranah yang bersih, senantiasa dikotorkannya. Sekiranya politik masuk di pintu depan, kebenaran terdesak lari lewat pintu belakang.”
Pikiran tersebut berkelabat bukan serta merta. Ada sebab-musabab. Inilah penyebabnya. Sebagai jamaah, saya terkejut mendengar pengurus menyampaikan, Walikota Dumai, Zulkifli AS datang ke rumah Tuhan yang belum usai direhab itu. Dimohon kepada jamaah setelah menunaikan salat, untuk duduk barang lima belas menit. Ada wejangan dari orang nomor satu di Dumai.
Singkat cerita, khutbah usai dan salat pun telah dilaksanakan. Salam kiri kanan pun sudah diucapkan. Baru hitungan detik, satu per satu jamaah, berdiri dan pergi. Doa usai dilantunkan, berdesak-desaklah jamaah keluar. Dari ratusan jamaah, hanya tinggal belasan saja. Itu sepertinya hanya pengurus dan pungawa-pungawa lingkungan sekitar.
Awalnya, saya mau tinggal di masjid. Tapi saya pikir, rencana itu bakal tak berjalan. Saya pun berlalu usai berdoa. Baru beberapa langkah kaki diayunkan, terdengar lagi pengumuman. “Walikota kita tak berkesempatan menyampaikan wejangan, jadi barangkali di lain waktu,” beber pengumuman itu.
Saya jadi berpikir, apakah walikotanya yang tak punya waktu atau pendengarnya tidak ada. Jamaah sudah bubar. Jamaah tak menghiraukan, permohonan pengurus. Lantas kenapa bahasanya jadi begitu. Terdengar sangat tak jujur. Kalimat tak menghiraukan nurani dari speaker masjid.
Belum lagi hilang kecamuk pikiran, sontak pula saya teringat dengan Presiden SBY yang berkunjung ke Kalimantan belum lama ini. Supaya SBY merasa benar-benar seperti presiden, Kepala Dinas Pendidikan setempat mengintruksikan pihak sekolah untuk meliburkan anak didik. Kegiatan belajar diganti dengan turun ke jalan untuk menyambut penguasa republik ini. Pelajar disuruh mengibarkan bendera merah putih.
Ini barangkali yang dimohonkan Mohammad Abduh untuk dilaknat Tuhan. Ini mungkin yang dikatakan implikasi politik ke ranah yang bersih. Lantas kotor. Politik masuk masjid, jamaah jadi terpecah. Seni mendapatkan kekuasaan merambah ke rumah Tuhan, ayat-ayat suci dipreteli. Firman Sang Pencipta dijual dengan harga murah. Semuanya untuk kekuasaan.
Begitu juga ketika politik muncul di dunia pendidikan, anak didik diekplotasi sedemikian rupa. Pelajar dijadikan penyemarak dan peramai acara pejabat. Supaya pejabat benar-benar merasa orang yang paling dinanti bila berkunjung.
Jika kunjungan itu dimaksudkan untuk menangkap aspirasi, alamat bagus mencontoh Khalifah Umar bin Khattab. Sosok pemimpin yang kedatangannya tak diketahui oleh rakyat. Ia berkunjung saat masyarakat tidur. Di balik sunyi dan dinginnya malam, persoalan umat mencuat lebih jujur dan murni. Tak ada basa-basi protokoler. Tak ada seremonial yang kadangkala banyak tipu daya dan rekayasa. Entahlah Buyung!...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar