(TULISAN INI DISEBARLUASKAN HARIAN VOKAL, 16 FEBRUARI 2011)
Menurut
sebuah data, orang Indonesia banyak yang buta. Saking jamaknya,
kebutaan merupakan bencana nasional. Kebutaan menyebabkan kualitas
sumber daya manusia rendah.
Menurut ahli penyakit mata Prof Dr JHA
Mandang SpM, di dunia diperkirakan menghabiskan dana US$ 25 miliar
setiap tahun untuk biaya orabf buta. Sedangkan
tiga juta orang
buta di Indonesia memerlukan dana rehabilitasi dan pendidikan sekitar
US$ 1,5 miliar sampai US$ 2 miliar setahun.
Di Indonesia saat ini
diperkirakan setiap satu menit seseorang menjadi buta dan setiap tahun
bertambah 500.000 orang buta. Sebetulnya sudah sejak tahun 1967 menteri
kesehatan menyatakan kebutaan sebagai bencana nasional. Namun,
kenyataannya jumlah orang buta di Indonesia
terus bertambah.
Berdasarkan
hasil survei nasional tahun 1993-1996 angka kebutaan di Indonesia
mencapai 1,5 persen. Angka ini menempatkan Indonesia untuk masalah
kebutaan di urutan pertama di Asia
dan nomor dua di dunia setelah negara-negara di Afrika Tengah sekitar Gurun Sahara.
Gawat
dan mengerikan. Kalau masyarakat kita buta, mereka akan jadi pengemis.
Itu lebih sedikit elok. Namun ada yang lebih menyedihkan, banyak yang
buta jadi beban bagi lain. Berbeda dengan Hellen Adam Keller. Dia lahir
sebagai anak yang sehat di Tuscumbia,Alabama, Amerika serikat pada 27
Juni 1880 di suatu tempat yang dikenal dengan nama “Ivy Green”. Dari
ayahnya, ia merupakan keturunan Alexander Spottswood seorang gubernur
colonial dari Virginia yang juga memiliki hubungan dengan
keluarg-keluarga pahlawan Utara Amerika. Dari ibunya, ia memiliki
hubungan darah dengan keluarga-keluarga new England termasuk Hales,
Everetts dan Adamses. Ayahnya bernama Kapten Arthur Keller, seorang editor surat kabar North Alabamian. Kapten Arthur Keller
juga memiliki ketertarikan yang kuat kepada kehidupan public dan
merupakan orang yang berpengaruh dilingkungannya. Pada tahun 1885
dibawah administrasi Cleveland
, ia diangkat menjadi Marshal untuk Alabama Utara.
Penyakit yang menimpa Helen keller
pada saat berumur 19 bulan membuat ia menderita tuli dan buta sebelum
ia mengetahui cara membaca dan menulis. Pada saat itu ia diduga mengidap
demam otak dan mungkin saja sekarang lebih tepatnya dikenal dengan nama
demam scarlet. Karena penyakitnya sejalan bersama pertumbuhannya, ia
menjadi anak yang liar dan tidak patuh serta tidak mengenal dengan jelas
dunia yang ada di sekelilingnya.
Kehidupan Helen keller
yang baru dimulai pada Maret 1887 ketika ia berumur kurang lebih 7
tahun. Hari itu merupakan hari yang paling penting yang selalu ia ingat
dalam hidupnya, ia kedatangan seorang perempuan Anne Mansfield Sulivan
dari Tuscumbia yang menjadi gurunya. Nona Sulivan, merupakan perempuan
berumur 20-an lulusan Sekolah khusus orang buta bernama Perkin School
.
Ia merupakan orang yang mendapatkan penglihatannya kembali melalui
serangkaian operasi. Ia datang atas unjuran simpatik Alexander Graham
Bell yang merupakan kenalan keluarga Anne. Semenjak hari itu, kedua
orang tersebut, menjadi guru-murid yang tak terpisahkan hingga
kematiannya pada awal 1936.
Nona Sullivan memulai tugasnya untuk
mengubah anak yang tidak terkontrol menjadi sosok yang sukses dengan
memberikan boneka yang merupakan buatan anak-anak dari sekolah Perkin
(sekolah khusus orang cacat yang kemudian dibuat khusus untuk Helen). Dengan mengejakan d-o-l-l (boneka) melalui tangan , ia berharap dapat menghubungkan objek dengan huruf. Helen
ternyata belajar dengan cepat dengan metode yang tepat pula, namun ia
tidak tahu bagaimana cara untuk mengucapkan kata-kata. Selama beberapa
hari, ia banyak belajar mengeja kata-kata baru namun dengan cara yang
tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Suatu hari ia dan “guru”-panggilan Helen untuk Sullivan- pergi ke tempat sumur pompa terbuka. Nona Sullivan mulai memompakan air dan menaruh tangan Helen di bawah keran air tersebut. Begitu air menyentuh tangan Helen, ia mencoba untuk mengeja secara perlahan kata ‘w-a-t-e-r (air) melalui tangan helen yang satunya kemudian semakin cepat. Tiba-tiba, sinyal itu dapat dimengerti oleh pikiran Helen.
Ia akhirnya tahu bahwa water (air) adalah zat dingin luar biasa yang
mengalir di tangannya. Setelah ia mengerti, ia berhenti dan menyentuh
tanah dan menanyakan ejaan untuknya. Pada saat malam tiba, ia sudah
mempelajari 30 kata-kata baru.
Sewaktu ia mengecap pendidikan, ia
belajar menguasai alphabet dengan cepat, baik manual maupun huruf timbul
khusus bagi orang buta serta meningkatkan kemampuan membaca dan
menulis. Di tahun 1890, ketika umurnya masih 10 tahun, ia mencoba untuk
belajar berbicara. Entah bagaimana ia mengetahui bahwa seorang gadis
buta tuli di Norway sudah dapat berbicara dengan baik. Nona Sarah Fuller
di Horace Mann School
merupakan orang pertama yang menjadi guru vokal untuknya.
Sejak
ia masih kecil, ia selalu berkata suatu hari saya akan masuk perguruan
tinggi dan akhirnya ia membuktikannya. Pada tahun 1898, ia berhasil
masuk ke Cambrige School for Young Ladies sebelum akhirnya ia masuk ke
Radcliffe College pada musin gugur 1900 dan menamatkan sekolahnya pada
tahun 1904 dengan prestasi Cumlaude. Selama tahun-tahun berikutnya
sampai ia meninggal di tahun 1936, Anne Sullivan selalu berada di
sampingnya, terus menerus mengeja buku demi buku, ceramah demi ceramah
melalui tangan Helen.
Pendidikan formalnya
berakhir sewaktu ia menerima gelar Sarjana Muda, namun selama hidupnya
ia selalu belajar secara informal hal-hal yang penting bagi masyarakat
moderen. Dengan pengetahuannya yang luas serta banyaknya pencapaian di
bidang pendidikan, ia dianugerahkan gelar doktor kehormatan dari temple
university dan Harvard University seta dari Universitas Glasgow di
Skotlandia; Berlin, Jerman; Delhi, India; dan Witwatersran di
Johannesburg Afrika Selatan. Ia juga merupakan peserta kehormatan untuk
Education Institute di Scotland.
Pada tahun 1905, Anne Sullivan
menikah dengan John Macy, seorang kritikus dan sosialis terkemuka.
Pernikahan tersebut tidak merubah hubungan guru dan murid tersebut. Helen akhirnya tinggal bersama Anne dan suaminya. Keduanya terus memberikan waktu untuk pendidikan dan aktivitas Helen. Selama masih berstatus murid di Radcliffe, Helen
memulai karir menulis yang kemudian ditekuninya selama hampir 50 tahun.
Pada tahun 1903, The Story of My Life muncul dalam bentuk cerita
bersambung di Ladies Home Journal dan kemudian muncul dalam bentuk buku.
Merupakan karya yang paling populer dan telah diterjemahkan ke dalam 50
bahasa termasuk Marathi, Pusthu, Tagalog dan Vedu.
Semoga pada keterbatasan, ada semangat yang tidak kecil Tuan! ***
thank nice infonya sangat menarik, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2CTxqfK
BalasHapus